…. jejakku, cintaku ….

Arsip Penulis

Jejak Sejarah Keperawatan Pada Masa Rasulullah SAW

Oleh : Reza Indra Wiguna,S.Kep.Ns (HELP-S Jawa Tengah)

Jika kita melihat perkembangan dunia sekarang, arus update informasi merupakan hal yang sangat utama dalam suguhan masyarakat dunia, namun bagaimana dengan informasi yang telah lampau atau sejarah dimasa silam yang tak terkuak hingga saat ini. Hakikatnya sejarah merupakan pengetahuan yang termasuk kategori tsaqafah, dan sangat dipengaruhi oleh ideologi dan pandangan hidup tertentu. Sejarah memberikan kepada seseorang lebih dari sekedar informasi, ia menyusun cara berfikir seseorang saat ini dan menentukan langkah apa yang akan di ambil pada masa yang akan datang. Saat ini terjadi degradasi pengetahuan ummat terhadap sejarah Islam di masa kegemilangan sistem khilafahnya, hal ini tidak terlepas dari peranan media kapitalisme di barat, dengan rekayasa sekulerisme yang sengaja menyembunyikan sejarah ke-emasan Islam. Tidak luput pada sejarah, kita tenggelam dalam membanggakan sejarah mereka, baik dari segi keilmuan atau pun para tokohannya. Yang paling menyedihkan adalah banyak rujukan dari Barat yang memutarbalikkan fakta sejarah. Akibatnya, ilmuan-ilmuan muslim dalam bidang sains tidak jarang kita ketahui.

Kita mungkin pernah mendengar nama para ilmuwan muslim dibidang kesehatan pada era kegemilangan sistem kekhilafan Islam Golden Age Periode, sebut saja Abu Muhammad bin zakaria Ar-Razi (864-930) ilmuwan islam dalam bidang kedokteran, Ibnu Al Haitsami atau Al-Hazen (965 M) ilmuwan dibidang optik cahaya, adalah Abu Qosim Al-Zahrawi atau Abulcasis (930 M) seorang ilmuwan ahli bedah terkemuka di masanya. Dunia mengenal Ibnu Sina atau Avicenna (1037) yang menulis kaidah kedokteran modern The Cannon (dipakai sebagai referensi ilmu kedokteran Barat). Dan ada banyak lagi tokoh-tokoh ilmuwan muslim dalam dunia sains dengan spesifikasi dan sumbangsih yang telah terbukti sehingga dijadikan rujukan negara barat selama berabad-abad, disaat yang bersamaan eropa tenggelam dalam kegelapan Dark Age.

Dari sekian para ilmuwan dan tokoh dibidang kesehatan, yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah tokoh perawat pertama dalam Islam, mumarridah al-Islam al- Ula. Yang namanya menjadi penulisan para sejarah keperawatan islam, sosoknya memberi banyak inspirasi dalam dunia keperawatan.

Adalah Rufaidah binti Sa’ad al Aslamiyah. Rufaidah berasal dari Bani Aslam, salah satu marga dari suku Khazraj di Madinah. Ia dilahirkan di Yastrib (Madinah) dan tumbuh disana sebelum hijrah. Dia termasuk kelompok muslim pertama dari Bani Aslam. Dialah salah satu perawat pertama dalam Islam. Dialah orang yang pertama kali melakukan pengobatan dan perawatan kepada para sahabat yang terluka di medan jihad. Dia pula yang perempuan pertama yang meminta kepada rasul untuk ikut serta dalam peperangan untuk sekedar membantu para sabahat yang terluka.

Dalam buku “Rufaidah Awwalu Mumarridah fi al Islam” karya Ahmad Syauqi al- Fanjari. perawat pertama Islam itu adalah Rufaidah binti Sa’ad al Aslamiyah. Dia-lah perempuan pertama yang berkonsentrasi terhadap pekerjaan paramedik. Rufaidah bekerja di samping masjid Nabawi dengan mendirikan pusat kesehatan (sejenis tenda pengobatan). Obsesinya untuk berjihad semakin kuat, tentu berjihad dengan keterampilannya dalam bidang keperawatan dan pembuatan ramuan yang diracik oleh tangannya sendiri. Ketika masa perang datang, dia mampu menghimpun dan mengornisir perempuan untuk menjadi pelayan pengobatan disaat perang. Adapun beberapa perang yang sempat diikutinya seperti: di perang Badar, Khaibar, Khandak dan beberapa perang lainnya (lih–Ahmad Syauqi al-Fanjari, 2010: ii; ket. lanjut, lihat Sirah Ibn Hisyam).

Dia-lah yang pertama mendirikan rumah sakit lapangan di medan peperangan, dimana tenda berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada perang khandaq saat tentara al-ahzab mengepung madinah, Rufaidah mendirikan tenda disekitar medan pertempuran. Rasulullah Saw pernah memerintahkan untuk memindahkan seseorang sahabatnya bernama Sa’ad ibn Mu’adz ke tenda Rufaidah agar diberi pertolongan, karena pada waktu itu Sa’ad terkena panah pada lengannya. Pada peristiwa tersebut Rasulullah saw menemui sahabat yang sedang terluka dikemah Rufaidah beberapa kali dalam sehari. Tak heran pula sebutan itu terkenal luas pada pasukan kaum muslimin, menjadi tenda pertolongan pasa masa perang dengan nama “Khaimah Rufaidah” (Tenda Rufaidah), (lih–Ahmad Syauqi al- Fanjari, 2010: iii).

Menurut Prof. Omar Hasan K, dalam sebuah konfrensi “Paper Presented at the 3rd International Nursing Conference “Empowerment and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century” yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1998, mengungkapkan bahwa Rufaidah adalah perawat profesional pertama di masa sejarah Islam. Ia hidup di masa Nabi Muhammad SAW di abad pertama hijriyah, jauh sebelum masa Florence Nigtingale yang dikenal dengan pelopor keperawatan modern. Omar Hasan menggambarkan Rufaidah sebagai perawat teladan, baik dan bersifat empati. Rufaidah juga dikenal sebagai seorang organisatoris yang mampu memobilisasi dan memotivasi orang lain.

Pengalaman klinisnya pun dia bagi pada perawat lain yang dilatih dan bekerja dengannya. Dia tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek klinikal semata. Namun Rufaidah adalah perawat dan pekerja sosial yang menjadi inspirasi bagi profesi perawat di dunia Islam. Dalam sejarah Islam tercatat beberapa nama yang bekerja bersama Rufaidah seperti Ummu Ammara, Aminah binti Qays Al-Ghifariyat, Ummu Ayman, Safiyah, Ummu Sulaiman, dan Hindun. Di masa sesudah Rufaidah, ada pula beberapa wanita Muslim yang terkenal sebagai perawat. Di antaranya Ku’ayibah, Aminah binti Abi Qays Al-Ghifari, Ummu Atiyah Al-Ansariyah, Nusaibah binti Ka’ab Al-Maziniyah, dan Zainab dari kaum Bani Awad (Omar Hasan, 1998).

Rufaidah adalah sejarah terbaik dan teladan bagi para profesi perawat dan dokter. Sekalipun Rufaidah bisa membuat ramuan obat untuk pengobatan, namun oleh para sejarawan Rufaidah tidak disebut sebagai tabib (dokter–saat ini), tetapi dikenal sebagai perawat. Bahkan para penulis sejarah menyebut Rufaidah sebagai Mumarridah al-Islam al- Ula (perawat pertama wanita dalam sejarah Islam). Selain aktivitasnya sebagai perawat, Rufaidah juga memiliki banyak aktivitas yang luas. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh sejarawan handal Ibn Kasir mengungkapkan tentang aktivitas Rufaidah “Ia (Rufaidah) mencurahkan seluruh jiwanya untuk memberikan pelayanan kepada orang yang kehilangan, yakni setiap orang membutuhkan pertolongan dan bantuan, seperti: fakir miskin, anak yatim, serta orang-orang yang tidak mampu”. Aktivitas sosialnya tampak pada proses pendidikan yang dilakukan untuk anak-anak yatim, memberikan pelajaran agama, dan mengasuh mereka. Tidak heran pada zaman Rasulullah, para sahabat dan sahabiyah melakukan sambutan terhadap anjuran Rasulullah saw tentang tolong menolong dan keutamaan mengasuh anak yatim. “Barang siapa memlihara seseorang atau dua orang-anak yatim, kemudian ia bersabar dengan anak yatimnya, maka diriku dan dia seperti ini (sambil merapatkan dua jari tangannya)” (H.R. Muslim).

Di samping kegiatan tersebut, Rufaidah rutin melakukan semua tugas paramedik seperti: merawat dan melayani pasien, memberikan bantuan pada medan perang, mengangkut para korban yang terluka serta syahid. Nama Rufaidah terus terngiang hingga saat ini. Seperti tertulis di laman web RCSI – Medical University of Bahrain, tiap tahun Universitas Bahrain tersebut selalu memilih seorang murid untuk menerima penghargaan dalam bidang keperawatan bernama Rufaida al-Aslamia Prize in Nursing.

Sumber : http://helpsharia.com


Rasa Syukur di Saat Tersulit

Syukur dan Sabar, jaminan surga yang butuh perjuangan
dan butuh pertolonganNya…untuk senantiasa mengingatkan kita
ketika rasa itu hampir terbang dan melayang, disaat-saat tersulit

Suatu kali, saya pernah memecahkan kacamata seorang teman,
Merutuk pun tak bisa dihindari, kok bisa saya seceroboh itu,
Asal saja melempar tas hingga membuat lensa kacamatanya retak parah… ah, sedihnya, harus ngganti saat tak ada uang…

Hingga suatu hari, kisah lebih haru terhampar di depan mata
Seorang kawan menyenggol mikroskop, jatuh, dan rusak parah
dalam hati yg terdalam, Alhamdulillah ya Allah, aku cuma memecahkan kacamata…

Suatu kali lain, dompet saya terjatuh tanpa sadar
Uang titipan kawan senilai 700ribu raib, saya tersadar tepat disaat saya hampir membuka pintu gerbang, untuk menyerahkan titipan itu…dan glek! ternyata semua raib nggak ketemu…dan saya harus merelakan uang pribadi untuk menggantinya…rasanya jengkel bukan main…kok bisaaa, dompet jatuh gak kerasa…ah…

Hingga suatu hari, Allah mengingatkan saya lagi,
Seorang kawan kehilangn tas seisinya, termasuk laptop dan seluruh data skripsinya…hingga pernah mengumumkan dimana-mana “mohon kembalikan datanya saja, seluruh tas dan isinya silakan ambil kembali”….tak peduli kehilangan harta, asal bukan kehilangan data…

ah…lagi-lagi, rasa syukur yg harus terlambat…

Saya pun pernah dibikin sedikit pusing, menanggung pembayaran hutang orang lain, dengan nilai yg fantastis, padahal saya sama sekali tidak pernah berhutang, apalagi terlibat riba….dan harus merelakan gaji bulanan terpotong sekian banyak, entah untuk berapa lamanya, demi ikut melunasi hutang orang lain…

Hingga suatu hari, bertemulah saya dengan seorang kawan
yang mengisahkan tentang kabar seorang teman
bahwa dia harus menanggung hutang akibat kebangkrutan usaha keluarganya senilai 2 M

lagi…Alhamdulillah ya Allah, toh aku masih bisa hidup berkecukupan, sekalipun harus melunasi hutang yang jauh dari nilai 2 M..

Terakhir kisah yg pernah saya post di wall FB beberapa waktu lalu…

Kondisi kehamilan yang ‘fantastis’, membuat saya berpikir, cukup sudah, kayaknya gak sanggup kalo harus hamil lagi…hingga Allah lagi-lagi menyadarkan, ketika suami menyampaikan berita, seorang kawan yg beberapa hari sebelumnya saya temui di RS bersalin, harus rela keguguran untuk yg kesekian kali…

Rasa syukur dan sabar memang sulit, makanya Allah mengganjar surga, begitu sulitnya, hingga saya selalu perlu memohon padaNya, agar selalu diingatkan, karena manusia, adalah tempatnya salah dan lupa…

termasuk, diingatkan, untuk berjuang optimal dalam dakwah, tak peduli seberapa besar tantangannya, selama masih ada waktu dan kesempatan, sebelum mengalami nasib seperti di Aleppo… astaghfirullah…

*pengingat diri, yg mungkin juga bisa menjadi pengingat org lain….


TERRORIS DI INDONESIA, FAKTA ATAU FIKSI…?

3 tahun lalu saya pernah ngobrol santai dengan Letkol TNI (Purn) Petrus Sunyoto, Kopassus yang pernah meraih penghargaan dari Presiden RI sebagai “Prajurit Terberani TNI”.

Di dinding kantornya banyak piagam-piagam penghargaan, khususnya yang berkaitan dengan pelatihan anti terror di berbagai negara. Bahkan ada piagam untuk beliau dari Green Beret US Army sebagai instruktur strategi perang gerilya.

Melihat piagam-piagam itu membuat saya terkagum-kagum kepada beliau. Piagam-piagam itu juga mengusik pikiran saya untuk bertanya banyak hal, terutama apakah benar ada terroris di indonesia ini? Karena beliau adalah termasuk pasukan yang pertama-tama dilatih anti terror.

Beliau menjawab bahwa tidak ada itu terroris di Indonesia, yang ada adalah orang-orang yang marah karena sakit hati kepada pemerintah, yang tidak tahu harus mengadu ke mana lagi karena selalu dicuekin.

Saya membantahnya, karena di TV dan media lainnya disajikan berita-berita penangkapan terroris.

Beliau tersenyum atas bantahan saya tersebut. Dia jelaskan bahwa protap penanganan terroris tidak seperti itu. Semuanya harus senyap. Beliau mencontohkan tentang operasi penangkapan Osama. Kapan operasinya? Siapa yang beroperasi? Mana mayatnya? Semuanya senyap!

Trus, saya tanya lagi, kenapa operasi anti terror di Indonesia itu heboh? Bahkan ada yang diliput live oleh media.

Dia kembali tersenyum, itu bukan operasi anti terror, itu operasi pencitraan, atau operasi pengalihan isu, atau operasi dengan misi tertentu, tegasnya. Kemudian beliau bertanya kepada saya, kenapa pasukan anti terror itu bukan Kopassus? Kan Kopassus yang paling ahli menangani terror?

Saya menggeleng gak tahu.

Beliau jelaskan, bahwa kalau Kopassus atau TNI yang lain yang disuruh menangani anti terror, maka kesatuan itu gak bakal mau disuruh-suruh merekayasa. Makanya yang ditugasi adalah kesatuan yang mau disuruh-suruh merekayasa.

Oh, gitu toh…?

Sayang, tahun 2014 yang lalu beliau dipanggil Yang Maha Kuasa. Selamat jalan komandan, banyak kisah-kisah yabg engkau ceritakan ke saya yang masih melekat di benakku. Engkau adalah pelaku sejarah yang selalu kukagumi.

Sumber: FB Bambang Widianto


LGBT : SEBUAH GERAKAN PENULARAN

26 JANUARI · PUBLIK
Mungkin ada yang heran bertanya, kenapa saya begitu keras terhadap perilaku Lesbianism, gay, bisexual and transexualism (LGBT). Saya seakan penuh murka dan tak memberikan sedikitpun ruang toleransi bagi pengidapnya.
Mungkin saya perlu klarifikasi bahwa saya tidak sedang bicara tentang pelaku, orang dan oknum. Terhadap oknum, orang dan pelaku LGBT, kita harus tetap mengutamakan kasih-sayang, berempati, merangkul dan meluruskan mereka. Dan saya juga tidak sedang bicara tentang sebuah perilaku personal dan partikular. Saya juga tak sedang bicara tentang sebuah gaya hidup menyimpang yang menjangkiti sekelompok orang. Karena saya sedang bicara tentang sebuah GERAKAN !!!

Ya, saya sedang bicara tentang sebuah GERAKAN : ORGANIZED CRIME yang secara sistematis dan massif sedang menularkan sebuah penyakit !!! Sekali lagi, bagi saya ini bukan semata perilaku partikular, sebuah kerumun, bahkan bukan lagi semata-mata sebuah gaya hidup, tapi sebuah harakah : MOVEMENT !!! Terlalu paranoidkah kesimpulan ini ???

Saya telah mengumpulkan begitu banyak kesaksian di kampus-kampus tentang mahasiswa-mahasiswa normal kita yang dipenetrasi secara massif agar terlibat dalam LGBT dan tak bisa keluar lagi darinya. Perilaku mereka sangat persis seperti sebuah sekte, kultus atau gerakan-gerakan eksklusif lainnya : fanatik, eksklusif, penetratif dan indoktrinatif. Ya, ini telah berkembang menjadi sebuah sekte seksual.

Kenapa mereka perlu menjadi sebuah gerakan ?

Karena target mereka tak main-main : mendorong pranata hukum agar eksistensi mereka sah secara legal. Dan untuk itu mereka membutuhkan beberapa prasyarat :

Pertama, jumlah mereka harus signifikan secara statistik, sehingga layak untuk mengubah asumsi, taksonomi dan kategorisasi

Kedua, keberadaan mereka telah memenuhi persyaratan populatif, sehingga layak disebut sebagai sebuah komunitas

Ketiga, perilaku mereka telah diterima secara normatif menurut persyaratan kesehatan mental dari WHO
Untuk memenuhi ketiga hal ini, maka organisasi ini harus mampu menularkan penyimpangannya secara eksponensial kepada lingkungannya. Mereka telah mempelajari hal itu dari keberhasilan “perjuangan” saudara-saudara mereka di Amerika Serikat. Mereka sadar, pertumbuhan jumlah mereka hanya bisa dilakukan lewat penularan, mengingat mereka tak mungkin tumbuh lewat keturunan. Mereka sadar, tanpa penularan mereka akan punah !!!

Kenapa harus menyasar mahasiswa ?

Sebenarnya yang ingin mereka sasar ada dua : Pertama, mahasiswa; dan yang kedua, institusi akademik. Mereka menyasar mahasiswa, karena mahasiswa adalah generasi galau identitas dengan kebebasan tinggi dan tinggal di banyak tempat kost. Sedangkan institusi akademik perguruan tinggi mereka butuhkan untuk menguatkan legitimasi ilmiah atas “kenormalan” mereka. Mereka bergerilya secara efektif, dengan dukungan payung HAM dan institusi internasional.

Bacaan dan renungan dari Tere lie:

*Sesama jenis

Per 1 Januari 2015, tercatat ada 17 negara yang undang-undangnya telah melegalkan perkawinan sesama jenis. Dan akan menyusul belasan negara lain. Trend dukungan atas perkawinan sesama jenis terus bertambah.

Silahkan tanya ke politisi negeri ini, apakah mereka akan melegalkan perkawinan sesama jenis di Indonesia? Sekarang sih saya yakin jawabannya: TIDAK. Tapi 20-30 tahun lagi, tergantung situasinya. Jika itu membuat mereka terpilih, akan banyak politisi yang bersedia menyetujuinya. Saya tidak berlebihan. Itu rasional sekali. Silahkan cek di negara2 lain. Tahun 1950, tidak ada satupun negara yang melegalkan perkawinan ini, tapi dunia berubah sangat cepat, kelompok pendukung kebebasan semakin besar, kelompok yang tidak peduli, i dont care semakin banyak, sistem demokrasi mempercepat legalisasi perkawinan sesama jenis. Sah. Atas nama kebebasan.

Semua agama melarang perkawinan sesama jenis. Tapi demokrasi tidak mengenal kitab suci. Kalian tahu, bahkan homo kelas berat, masih santai pergi ke gereja, ke tempat2 ibadah. Mereka hanya mengenal suara terbanyak. Saya kasih contoh, Brazil, Mei 2011 mereka melegalkan perkawinan sesama jenis. Apakah orang Brazil tidak beragama? 90% penduduk mereka beragama, lantas apakah tidak ada di sana yang keberatan dengan legalisasi ini? Jawabannya sederhana: mayoritas tutup mata. I dont care. Urus saja masing2. Saya tidak mau recok. kamu jangan rese. Yang sesama cowok mau ciuman di tempat umum pun, bodo amat. Toh, mereka tidak mengganggu saya.

Dulu, Brazil itu sangat religius. Lantas kenapa sekarang jadi berubah sekali? Bagaimana mungkin politisi mereka meloloskan UU itu? Apakah rakyatnya tidak keberatan. Itulah kemenangan besar paham kebebasan. Mereka masuk lewat tontonan, bacaan, menumpang lewat kehidupan glamor para pesohor. Masyarakat dibiasakan melihat sesuatu yang sebenarnya mengikis kehadiran agama. Awalnya jengah, lama-lama terbiasa, untuk kemudian apa salahnya? Di sisi lain, eksistensi agama dipertanyakan. Tuh lihat, toh yang beragama juga bejat, tuh lihat, mereka juga menjijikkan. Fobia agama dibentuk secara sistematis, dimulai dari pemeluknya sendiri, untuk kemudian, orang2 dalam posisi gamang, mulai mengangguk, benar juga. Orang2 jadi malas mendengarkan nasehat agama, buat apa? Urusa sajalah urusan masing2.

Rumus ini berlaku sama di seluruh dunia. Apapun agamanya. Bahkan termasuk dalam kasus, tidak ada agama di suatu tempat, hanya ada nilai-nilai luhur–yang pasti juga akan melarang pernikahan sesama jenis. Fasenya sama persis. Strateginya juga sama. Dekatkan mereka dengan materialisme dunia, jauhkan mereka dari nilai-nilai luhur. Gunakan teknologi untuk mempercepat prosesnya. Internet misalnya, itu efektif sekali menyebarkan berita, propaganda, dsbgnya.

Apakah Indonesia juga akan begitu?

Silahkan tunggu 20-30 tahun lagi. Jika tidak ada yang membangun benteng2 pemahaman bagi generasi berikutnya, tidak ada yang membangun pertahanan tangguh, malah sibuk saling sikut berkuasa, sibuk berebut urusan dunia, sibuk dengan urusan duniawinya, 20-30 tahun lagi, kita akan menyaksikan pasangan cowok bermesraan di tempat2 umum. Tetangga sebelah rumah kita adalah pasangan sesama jenis, dan mereka dilindungi oleh UU, karena sudah dilegalkan. Ketika masa itu tiba, kalian bisa kembali mengeduk catatan ini.

Pedulilah, hidup ini bukan cuma urusan pribadi masing-masing. Hidup ini tentang saling menjaga, saling menasehati, saling meluruskan. Pedulilah, Kawan, ikut menyebarkan pemahaman baik, lindungi keluarga, teman, remaja, dan semua orang yang bisa kita beritahu agar menjauhi prilaku melanggar aturan agama, nilai2 kesusilaan.

*Tere Liye

Sumber : GROUP FISIP UI


Menemani Selama 40 Hari

kata-mutiara-islam-tentang-kematian-2

Alkisah seorang Konglomerat yang sangat kaya raya menulis surat wasiat: “Barang siapa yang mau menemaniku selama 40 hari di dalam kubur setelah aku mati nanti, akan aku beri warisan separuh dari harta peninggalanku.”

Lalu ditanyakanlah hal itu kepada anak-anaknya apakah mereka sanggup menjaganya di dalam kubur nanti.
Tapi anak-anaknya menjawab, “Mana mungkin kami sanggup menjaga ayah, karena pada saat itu ayah sudah menjadi mayat.”

Keesokan harinya, dipanggillah semua adik-adiknya. Dan beliau kembali bertanya, “Adik-adikku, sanggupkah diantara kalian menemaniku di dalam kubur selama 40 hari setelah aku mati nanti? Aku akan memberi setengah dari hartaku!”

Adik-adiknya pun menjawab, “Apakah engkau sudah gila? Mana mungkin ada orang yang sanggup bersama mayat selama itu di dalam tanah.”

Lalu dengan sedih Konglomerat tadi memanggil ajudannya, untuk mengumumkan penawaran istimewanya itu ke se antero negeri.

Akhirnya, sampai jugalah pada hari di mana Konglomerat tersebut kembali ke Rahmatullah. Kuburnya dihias megah laksana sebuah peristirahatan termewah dengan semua perlengkapannya.

Pada waktu yang hampir bersamaan, seorang Tukang Kayu yang sangat miskin mendengar pengumuman wasiat tersebut. Lalu Tukang Kayu tersebut dengan tergesa-gesa segera datang ke rumah Konglomerat tersebut untuk memberitahukan kepada ahli waris akan kesanggupannya.

Keesokan harinya dikebumikanlah jenazah Sang Konglomerat. Si Tukang Kayu pun ikut turun ke dalam liang lahat sambil membawa Kapaknya. Yang paling berharga dimiliki si Tukang Kayu hanya Kapak, untuk bekerja mencari nafkah.

Setelah tujuh langkah para pengantar jenazah meninggalkan area pemakaman, datanglah Malaikat Mungkar dan Nakir ke dalam kubur tersebut.

Si Tukang kayu menyadari siapa yang datang, ia segera agak menjauh dari mayat Konglomerat. Di benaknya, sudah tiba saatnya lah si Konglomerat akan diinterogasi oleh Malaikat Mungkar dan Nakir.

Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Malaikat Mungkar-Nakir malah menuju ke arahnya dan bertanya, “Apa yang kau lakukan di sini?”

Aku menemani mayat ini selama 40 hari untuk mendapatkan setengah dari harta warisannya”, jawab si Tukang kayu.

Apa saja harta yang kau miliki?”, tanya Mungkar-Nakir.
“Hartaku cuma Kapak ini saja, untuk mencari rezeki”, jawab si Tukang Kayu.

Kemudian Mungkar-Nakir bertanya lagi, “Dari mana kau dapatkan Kapakmu ini?”
“Aku membelinya”, balas si Tukang Kayu.
Lalu pergilah Mungkar dan Nakir dari dalam kubur tersebut.

Besok di hari kedua, mereka datang lagi dan bertanya, “Apa saja yang kau lakukan dengan Kapakmu?”
“Aku menebang pohon untuk dijadikan kayu bakar, lalu aku jual ke pasar”, jawab tukang kayu.

Di hari ketiga ditanya lagi, “Pohon siapa yang kau tebang dengan Kapakmu ini?”
“Pohon itu tumbuh di hutan belantara, jadi ngak ada yang punya”, jawab si Tukang Kayu.
“Apa kau yakin?”, lanjut Malaikat.
Kemudian mereka menghilang.

Datang lagi di hari ke empat, bertanya lagi “Adakah kau potong pohon-pohon tersebut dengan Kapak ini sesuai ukurannya dan beratnya yang sama untuk dijual?”
“Aku potong dikira-kira saja, mana mungkin ukurannya bisa sama rata”, tegas tukang kayu.

Begitu terus yang dilakukan Malaikat Mungkar Nakir, datang dan pergi sampai tak terasa sekarang 39 hari sudah. Dan yang ditanyakan masih berkisar dengan Kapak tersebut.

Di hari terakhir yang ke 40, datanglah Mungkar dan Nakir sekali lagi bertemu dengan Tukang kayu tersebut. Berkata Mungkar dan Nakir, “Hari ini kami akan kembali bertanya soal Kapakmu ini”.

Belum sempat Mungkar-Nakir melanjutkan pertanyaannya, si Tukang kayu tersebut segera melarikan diri ke atas dan membuka pintu kubur tersebut. Ternyata di luar sudah banyak orang yang menantikan kehadirannya untuk keluar dari kubur tersebut.

Si Tukang Kayu dengan tergesa-gesa keluar dan lari meninggalkan mereka sambil berteriak, “Kalian ambil saja semua bagian harta warisan ini, karena aku sudah tidak menginginkannya lagi.”

Sesampai di rumah, si Tukang Kayu berkata kepada istrinya, “Aku sudah tidak menginginkan separuh harta warisan dari mayat itu. Di dunia ini harta yang kumiliki padahal cuma satu Kapak ini, tapi Malaikat Mungkar-Nakir selama 40 hari yang mereka tanyakan dan persoalkan masih saja di seputar Kapak ini. Bagaimana jadinya kalau hartaku begitu banyak? Entah berapa lama dan bagaimana aku menjawabnya.”

Dari Ibnu Mas’ud RA dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda, “Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, yaitu umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan kemana dibelanjakannya, ilmunya sejauh mana diamalkan?” (HR. Turmudzi)

Sumber : ONE DAY ONE JUZ Community


Waspadai Ekspor Sistematis Penyakit Kaum Luth ke Negeri-negeri Muslim

Musyawarah Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia di Surabaya akhir Agustus lalu menghasilkan 15 rekomendasi, salah satunya adalah terkait fenomena ‪#‎LGBT‬ (‪#‎Lesbian‬, ‪#‎Homoseksual‬, ‪#‎Biseksual‬ dan ‪#‎Transgender‬). Munas MUI memutuskan bahwa LGBT merupakan fenomena global yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan bangsa Indonesia. “MUI memandang bahwa LGBT merusak keberlangsungan masa depan bangsa mencegah semua upaya yang menumbuh-suburkan dan propaganda LGBT baik melalui pendekatan hukum maupun sosial keagamaan,” demikian salah satu hasil rekomendasi MUI.

Sebagaimana diketahui, akhir Juni lalu Mahkamah Konstitusi Pemerintah Amerika Serikat melegalkan pernikahan hubungan sesama jenis di seluruh Negara bagian di Amerika. Akibatnya, tidak sedikit aktivis pro-LGBT di dunia Islam menginginkan negerinya mengikuti jejak Amerika. Tulisan ini mencoba mengulas upaya ekspor penyakit kaum Luth modern ini secara sistematis dari Barat ke dunia Islam, dan bagaimana seharusnya respon masyarakat Muslim terhadap praktek jahiliyah modern ini.

Resistensi Negeri-negeri Muslim terhadap LGBT

Di negeri-negeri Muslim, praktek homoseksual sejak lama dianggap penyimpangan fitrah kemanusiaan sehingga jarang dibicarakan secara terbuka, namun sejak dua decade terakhir ini seiring dengan kian derasnya kampanye hak-hak kaum LGBT, isu ini tidak lagi asing bagi masyarakat Muslim. Apalagi sejak PBB secara resmi mengakui hak-hak kaum Luth modern ini dalam UN Declaration on Sexual Orientation and Gender Identity (Deklarasi PBB terkait Orientasi Seksual dan Identitas Gender) yang diakui dan diadopsi pada 13 Desember 2008. Hampir semua negeri-negeri Muslim (sebanyak 54 negara) menolak menandatangani deklarasi ini, termasuk Indonesia. Sementara sebaliknya nyaris semua negeri-negeri non-Muslim –terutama negeri-negeri di Barat- menandatanganinya (sebanyak 94 negara).

Resistensi umat Islam terhadap praktek LGBT masih terlihat jelas, sebagai contoh di Turki kelompok yang menamakan dirinya Young Islamic Defense bahkan secara menantang berkampanye untuk membunuh kaum Gay dengan menyebarkan poster berisi hadits Rasulullah Saw yang berbunyi :

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya”. [HR Tirmidzi : 1456, Abu Dawud : 4462, Ibnu Majah : 2561 dan Ahmad : 2727].

Kampanye ini dilakukan Young Islamic Defense untuk menolak parade Gay di Turki akhir Juni 2015 lalu, dengan terus menyebarkan isi hadist di atas dalam bentuk poster di jalan-jalan juga melalui sosial media, demi melindungi masyarakat Muslim dari bahaya kaum LGBT.

Tahun 2013, Para Ulama Al-Azhar melalui Lembaga Riset Islam (Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah) telah mengeluarkan fatwa haramnya menikah sesama jenis. Pernikahan sesama jenis juga dapat mengakibatkan pelakunya keluar dari agama Islam. Fatwa itu muncul menyusul beredarnya kabar tentang menikahnya dua orang sesama jenis di Perancis, yang mengaku sebagai Muslim. Semua ini menunjukkan resistensi masyarakat masih kuat, namun tak dipungkiri gejala LGBT saat ini telah menjadi momok yang menghantui masyarakat di negeri-negeri Muslim. Karena itu resistensi saja tidak cukup, diperlukan kesadaran politik yang sempurna dari umat Islam dalam menyikapi pergerakan kaum Luth modern ini.

Kekuatan Politik Gerakan LGBT Dibackingi AS dan Barat

Di abad 21 ini, kaum LGBT telah menjelma menjadi sebuah kekuatan politik, karena telah diakui secara politis oleh Amerika Serikat sebagai “negara pertama” dalam konstelasi internasional dengan memfasilitasi tujuan puncak perjuangan kaum LGBT yakni “pernikahan sejenis”. Bahkan yang menggenaskan adalah hak-hak mereka juga telah diakui oleh deklarasi PBB tahun 2008. Rupanya abad ini adalah puncak keberhasilan mereka, dimulai pertama kali oleh Belanda yang melegalkan pernikahan sesama jenis tahun 2001, hingga menyusul hingga menyusul Belgia (2003), Spanyol (2005), Kanada (2005), Afsel (2006), Norwegia – Swedia (2009), Portugal – Islandia – Argentina (2010), Denmark (2012), Brazil – Inggris – Prancis – Selandia Baru – Uruguay (2013), Skotlandia (2014), Luxemburg – Finlandia – Slovenia – Irlandia – Meksiko (2015), dan terkini Amerika Serikat (2015). Hingga akhirnya sekarang mereka pun hendak merambah ke negeri-negeri Muslim.

Nampak jelas LGBT sudah menjadi salah satu alat politik Barat dalam menjajah masyarakat Muslim yang dibahanbakari oleh industri hiburan kapitalis dan lifestyle hedonis yang linear dengan sistem nilai sekuler dan liberal. AS bahkan secara serius mendanai program baru bernama “Being LGBT in Asia” yang diluncurkan oleh UNDP dengan pendanaan US$ 8 juta dari USAID dan dimulai Desember 2014 hingga September 2017 mendatang. Program ini fokus beroperasi di Asia Timur dan Asia Tenggara khususnya di Cina, Indonesia, Filipina dan Thailand, dengan tujuan meminimalisir kendala bagi kaum LGBT untuk hidup di tengah masyarakat. Program berbahaya ini sangat aktif dalam memberdayakan jaringan LGBT di lapangan untuk mengokohkan eksistensi mereka secara structural dan kultural di negeri-negeri sasaran.

Di udara, jaringan media Barat juga secara agresif mengekspose komunitas minor LGBT di tengah masyarakat Muslim, sebagai contoh komunitas pesantren waria di Yogyakarta – Indonesia yang diliput oleh BBC, majalah TIME dan the Huffington Post selama bulan Ramadhan lalu yang mengambil angle opini bahwa keberadaan mereka seolah-olah telah diterima secara luas oleh masyarakat Muslim. Kampanye di udara ini semakin ramai dengan kicauan tokoh-tokoh dunia hiburan serta tokoh-tokoh pemikir liberal di negeri Muslim. Mereka terus memproduksi narasi bahwa Islam ‘membenarkan’ praktek LGBT dan masyarakat Muslim pun bisa menerima eksistensi kaum luth modern ini.

Resistensi Saja Tidak Cukup, Bagaimana Seharusnya Masyarakat Muslim Bersikap?

Para tokoh umat di seluruh dunia Islam tidak boleh membiarkan sikap masyarakat Muslim hanya bersifat temporal dan sporadis, karena sesungguhnya tantangan yang dihadapi sudah berupa kekuatan politik sistematis dengan dana besar dan sangat destruktif. Karena itu secara taktis-strategis para Ulama dan aktivis Muslim di seluruh dunia Islam memiliki tanggung jawab aksi sebagai berikut :

1. Mengkampanyekan visi politik Islam yang sangat humanis dalam melestarikan keturunan manusia dan memelihara keluhuran peradaban Islam, dengan melakukan edukasi ke tengah-tengah umat bahwa semua yang dilarang dan dilaknat oleh Allah pasti juga bertentangan dengan fitrah manusia, dalam hal ini adalah fitrah untuk melestarikan keturunan sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah ayat pertama QS An-Nisa.

﴿يا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ واحِدَةٍ وَ خَلَقَ مِنْها زَوْجَها وَ بَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثيراً وَ نِساءً وَ اتَّقُوا اللَّهَ الَّذي تَسائَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحامَ إِنَّ اللَّهَ كانَ عَلَيْكُمْ رَقيباً

﴾”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Karena itulah Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk tujuan berkembangbiak alias melestarikan keturunan. Sanksi yang tegas berupa hukuman mati atau diasingkan bagi pelaku liwath (homoseksual) tidak lain adalah untuk membasmi penyimpangan fitrah dan merealisasikan tujuan hakiki Syariah Islam (maqoshid syariah) dalam memelihara nasab (keturunan) manusia. Maraknya komunitas LGBT dalam sebuah masyarakat akan mengakibatkan depopulasi manusia. Kaum LGBT tidak akan mungkin menghasilkan keturunan, apalagi keturunan yang baik, yang hidup di dalam lingkungan yang baik.

2. Merevitalisasi ’amar ma’ruf nahiy munkar dalam masyarakat Muslim. Dr Adian Husaini berpendapat bahwa bentuk kepedulian terbaik kepada para pelaku homoseksual adalah menyadarkan bahwa perilakunya menyimpang, dan kemudian mendukung mereka untuk bisa sembuh dan kembali pada kodratnya. Bukan diberikan motivasi untuk tetap mengidap perilaku menyimpang tersebut dan dibenarkan atas nama HAM. Rasulullah saw mengibaratkan kehidupan masyarakat Islam seperti sekelompok orang hidup dalam sebuah kapal yang merefleksikan bahwa sebuah masyarakat memiliki tanggungjawab kolektif untuk mencegah kemungkaran. Islam membebankan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar pada masyarakat Muslim dan setiap orang yang beriman yang akan berfungsi sebagai sistem kekebalan yang kuat dalam masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit sosial.

3. Mengedukasi umat bahwa ide dan konsep HAM yang sering dijadikan hujah oleh para pegiat LGBT adalah konsep yang bertentangan dengan Islam dan justru membahayakan kemanusiaan itu sendiri akibat paham kebebasan individual egois yang menjadi ruh-nya. Paham kebebasan ekstrim yang terkandung dalam ide ini membuat individu tidak peduli dengan kemashlahatan orang banyak, apalagi generasi di masa depan. Di sisi lain HAM sejatinya juga menjadi alat politik AS untuk mengontrol dunia Islam, yang terlihat dari standar ganda AS dalam penilaian pelaksanaan HAM.

4. Menyeru penguasa negeri-negeri Muslim untuk bersatu dalam naungan Khilafah Islam, karena sesungguhnya inilah perisai sejati umat Islam yang akan menjamin kehormatan generasi Muslim dalam martabat kemanusiaan yang luhur dan mencegahnya terjerumus dalam perilaku hewani seperti LGBT. Sebagaimana perkataan Utsman bin Affan ra., “Sesungguhnya Allah SWT memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh al-Quran.”

Wallahu a’alam
Fika Komara
Anggota Kantor Media Pusat Hizb ut Tahrir


LGBT dan Kesalahan Berpikir

MUNCULNYA komunitas lesbian, homoseksual, biseksual dan transgended (LGBT) di kalangan kampus bukan hal yang baru. Semakin hari semakin menemukan celah untuk menunjukkan eksistensinya.

Majalah kampus Boulevard ITB Edisi 57 (2007) pernah menurunkan laporan keberadaan komunitas homoseksual di kampus tersebut. Selanjutnya Studenta (2008), majalah sekelompok mahasiswa pecinta jurnalisme, juga mengungkap laporan adanya Ikatan Mahasiswa Homo (IMHO) di kampus IPB.

Acara International Day Against Homophobia & Transphobia 2013 (IDAHOT) juga pernah diselenggarakan oleh kelompok LGBT di kampus Unair, Surabaya pada 15 Mei 2013 lalu, dengan mengusung tema “IDAHOT 2013 Goes to Campus”. [Baca: LGBT Kampanye di Kampus, Civitas Akademika Unair Kecewa]

Di UGM, Munculnya komunitas Himpunan Mahasiswa Gay (HIMAG) yang mulai eksis sejak tahun 2011 juga pernah menjadi bahan riset salah satu skripsi dari Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Disusul kemudian muncul di berbagai universitas negeri lain di Yogyakarta.

Baru-baru ini sebuah akun twitter bernama @GayUGM yang memiliki 1.802 follower juga ramai dibahas oleh pengguna media sosial. Akun yang eksis sejak Januari 2013 ini, relatif cukup aktif men-tweet dan berkomunikasi dengan akun-akun lainnya. Akun ini juga sempat me-retweet informasi mengenai legalisasi pernikahan sejenis di Irlandia.

Fakta tersebut menyadarkan kita betapa kebebasan perilaku sudah semakin menemukan tempatnya di kalangan intelektual, kalangan yang justru diharapkan mampu menjadi agent of change dengan kapasitasnya dalam mengedukasi masyarakat menuju pada perubahan

dengan kacamata pandang yang benar, tidak hanya aspek intelektualitas, namun juga moralitas.

HAM dalam Iklim Demokrasi: Jembatan Legalisasi

Studi-studi akademis mengenai fenomena LGBT  yang semakin ramai dipicu banyaknya fenomena pemberitaan maupun aktivitas dari anggota LGBT sendiri. Kemudian diangkatnya wacana atau sosok LGBT dalam media popular, termasuk dunia perfilman, sehingga masyarakat semakin familiar.  Termasuk di ranah kampus yang biasanya menjadi bagian dalam studi analisis terkait perilaku dan budaya.

Alih-alih menghilangkan diskriminasi dan mendukung hak-hak kaum LGBT, upaya itu justru semakin menjerumuskan generasi pada ‘pembenaran’ kebebasan perilaku. Hasilnya, LGBT tidak pernah dianggap ‘perilaku menyimpang’, mereka tetap dalam ‘penyimpangannya’, semakin eksis dengan adanya upaya untuk mendukung ‘penyimpangan’ mereka.

Ujungnya, melahirkan gejala di masyarakat untuk memaklumi dan bahkan melindungi segala bentuk penyimpangan perilaku. Apalagi di bawah bendera HAM, sebagai bagian dari alat

penjamin kebebasan individu, Forum Lesbian Gay Biseksual Transgender/Transeksual Interseks dan Queer (LGBTIQ) Indonesia seolah semakin mendapatkan tempat pembenaran dan perlindungan untuk terus eksis dan berkembang.

LGBTIQ Indonesia merupakan forum yang terdiri dari 30 organisasi LGBT serta yang mendukung isu LGBT yang terbentuk pada 2010. Siti Noor Laila (Ketua Komnas HAM), menjelaskan bahwa sejak bulan Juni 2013, LGBT telah menjadi bagian dari pembahasan dalam sidang paripurna Komnas HAM. Hasil Paripurna tersebut adalah Komnas HAM berkomitmen untuk juga melakukan pembelaan terhadap LGBT seperti yang telah disebutkan dalam Resolusi PBB mengenai Sexual Orientation and Gender Identity (SOGI) dengan berfokus pada perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi.

Pada bulan Juli 2013, Forum LGBTIQ Indonesia pun menyoroti kembali tentang Dialog Nasional yang terselenggara di Bali, dimana United Nations Development Programme (UNDP) memfasilitasi pertemuan antara organisasi dan komunitas LGBT, praktisi pluralisme dan HAM, akademisi, lembaga HAM nasional serta pemerintah. Hasil pertemuan tersebut menghasilkan serangkaian rekomendasi terkait dengan pemenuhan dan perlindungan terhadap LGBTI. Beberapa hal yang disampaikan oleh Forum LGBTIQ Indonesia adalah terkait dengan pengakuan keberadaan LGBTI di hadapan hukum, pengintegrasian perspektif SOGIE (Sexual Orientation and Gender Identity and Expression) di berbagai kementerian dan lembaga dalam rencana strategis 2015-2019, serta pelibatan organisasi LGBTI dalam berbagai diskusi menyangkut pembuatan keputusan terkait HAM.

HAM, juga menjadi alat ampuh Barat dalam mendukung kebebasan perilaku, dan fatalnya, banyak kalangan intelektual terbius dengan perjuangan HAM ala Barat. Prof Dadang Hawari (Guru Besar FKUI) mengaku cukup sering menangani kasus-kasus homoseksual. Kebanyakan pasiennya mengidap homoseksual sebagai ikutan dari penyakit mental Skizofrenia. Oleh karenanya, keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh sejauhmana motivasi seorang penderita homoseksual. Metode terapinya meliputi terapi biologik (obat-obatan), psikologik (kejiwaan), sosial (adaptasi), dan spiritual (keagamaan, keimanan), yang disingkat menjadi terapi BPSS. Dia menambahkan, penderita juga harus dijauhkan dari materi-materi pornografi dan orang-orang homoseks. “Jadi, organisasi homoseks dan pendukung homoseks harusnya tidak dibiarkan. Tapi, kita kalah dengan orang-orang yang selalu teriak HAM,” pungkasnya.

Inilah dampak penerapan demokrasi sekular yang menjadi penopang sistem kehidupan kapitalis saat ini. Sebuah sistem kehidupan yang tidak pernah melibatkan peran agama (Islam), atau peran Pencipta, dalam mengatur seluruh kehidupan, termasuk dalam kajian studi tentang perilaku yang hanya mensadarkan pada HAM.

Sekularisasi bidang pendidikan akhirnya mengantarkan studi yang dilakukan lagi-lagi hanya berdasar pada buah pemikiran para pakar (yang kebanyakan dari pemikir barat, dimana tidak pernah mengenal norma agama dalam mengendalikan perilaku), tidak pernah menyentuh akar persoalan (mengapa LGBT bisa terus eksis dan semakin marak, bahkan menuntut pelegalan), dan dengan metode berpikir yang keliru, menjadikan problem perilaku bagian dari studi ilmiah, padahal seharusnya dianalisis secara rasional (Lihat At Tafkir, Taqiyuddin an Nabhbhani). Secara intelektual pun, teori ‘gen homo’ sudah terpatahkan (salah satunya lihat: Ruth Hubbard “Exploding the Gene Myth”), sebuah metode yang hampir bisa dianalisa secara ilmiah melalui studi di laboratorium, sedangkan secara psikologis, sosiologis dan budaya, perilaku tersebut tidak cukup dianalisa dengan kacamata ilmiah, yang dianggap final hanya berdasarkan pada kajian pada fakta yang sempit, padahal banyak aspek problem sistemik yang menjadi dasar kemunculan LGBT yang terus meningkat dan semakin berani unjuk diri.

Nyatalah, iklim kebebasan, yang didukung oleh HAM dan kajian ‘ilmiah’ pro LBGT oleh kalangan intelektual, semakin menancapkan eksistensi LGBT, dan dalam alam demokrasi, eksistensi mereka akan mudah menemukan celah untuk dilegalisasi !

Korban Liberalisme  

Merespon semakin eksisnya LGBT, kemudian lahirlah organisasi-organisasi atau gerakan yang mengangkat kepedulian terhadap nasib LGBT. Inilah yang akhirnya turut andil meningkatkan eksistensi mereka, sebutlah beberapa diantaranya YIFOS, SAMSARA, PKBI DIY, P3SY (Perhimpunan Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta ), Komunitas Pelangi Jogja, dan masih banyak lagi.

Menurut mereka kepedulian itu diartikan dalam bentuk memberi dukungan dan pengakuan, tanpa menyasar bagian paling mendasar, yaitu ‘kebebasan perilaku’ yang akhirnya mengarah pada ‘penyimpangan perilaku’. Padahal yang seharusnya dilakukan adalah menyadarkan bahwa LGBT adalah perilaku menyimpang yang harus disembuhkan dan diselamatkan, agar tidak semakin banyak generasi yang terjerumus pada perilaku yang sama.

Mereka juga harus disadarkan, bahwa LGBT juga korban iklim liberalisme, yang tak pernah

mengenal kata perilaku ‘salah’. Selama keberadaan mereka memberikan manfaat, terutama nilai ekonomi, maka mereka harus diperjuangkan untuk eksis. Sebuah paham yang bergandengan tangan dengan neoimperialisme untuk semakin menancapkan penjajahannya, termasuk di Indonesia. ILO menjadi salah satu perpanjangan tangannya, dalam proyek penyebaran ide kebebasan yang mendukung manfaat ekonomi, yaitu tersedianya tenaga kerja dari berbagai kalangan, tanpa memandang orientasi seksualnya.

Pada tahun 2012, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menginisiasi proyek “Gender Identity and Sexual Orientation: Promoting Rights, Diversity and Equality in the World of Work (PRIDE)”. Proyek tersebut fokus pada bidang penelitian diskriminasi terhadap pekerja dari kalangan LGBT di berbagai belahan dunia dan menyoroti langkah-langkah perbaikan dalam mengatasinya.

Proyek fase pertama telah dilakukan di Argentina, Hungaria dan Thailand, dan proyek berikutnya akan dilakukan di Costa Rica, Prancis, India, Indonesia, Montenegro dan Afrika Selatan. Proyek tersebut berangkat dari kenyataan di 76 negara anggota ILO masih mengkriminalisasi hubungan sesama jenis dan belum adanya peraturan perundangan yang melindungi hak-hak pekerja LGBT.

Pada Mei 2015, sebanyak 17 negara, termasuk Argentina dan Afrika Selatan telah memberikan pengakuan legal pada pernikahan sesama jenis. Mengutip pidato Direktur Jenderal ILO, : The ILO is committed “to promoting decent work for all women and men, regardless of sexual orientation or gender identity. Decent work can only exist in conditions of freedom and dignity. It means embracing inclusion and diversity. It requires us to stand up against all forms 

of stigma and discrimination…and to the insidious role of homophobia and transphobia in fostering discrimination.” (lihat : Discrimination at work on the basis of sexual orientation and gender identity: Results of the ILO’s PRIDE Project).

Walhasil, LGBT adalah dampak dan korban penyebarluasan ide-ide kebebasan, yang pastinya lahir dari rahim ideologi kapitalis sekular, yang tidak pernah melihat agama sebagai tolok ukur segala perbuatan

Dukungan yang diberikan dalam kacamata kapitalis liberal, adalah dukungan yang tidak pernah menyelesaikan persoalan mereka, bagaimana menyadarkan bahwa perilaku mereka adalah menyimpang dan menyembuhkan.

Tanpa membuka mata akan penyimpangan yang terjadi, tidak mungkin para LGBT ini punya keinginan untuk menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan penciptaanNya. Inilah seharusnya bentuk dukungan tersebut : Menyadarkan bahwa LBGT adalah penyimpangan yang harus diluruskan, sehingga bisa diselamatkan, bukan sekedar diberi dukungan untuk eksis, yang akhirnya justru menjerumuskan mereka agar tetap memilih untuk ‘menyimpang’!

Maka, jangan salah jika banyak peneliti sering keliru jika menggunakan cara pandang sekular untuk menyelesaikan LGBT. Sebab, kaca-mata yang digunakan tidak diambil dari sumber Islam yang shahih. Seperti pernyataan Boellstorff yang menganggap kajian komprehensif mengenai Islam Indonesia sangat jarang menyinggung homoseksual, hal ini mencerminkan homoseksual menjadi sesuatu yang tidak dapat dibandingkan dengan Islam sebagai wacana publik di Indonesia (Boellstorff, 2005).

Atau buku saku bagi kalangan psikolog, yang merupakan rangkuman singkat Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yang mendasarkan pada pandangan Barat bahwa LGBT tidaklah menyimpang (sebab lima dari tujuh orang tim task force DSM adalah homo dan lesbian, sisanya adalah aktivis LGBT).

Akhirnya “homoseksualitas” dikeluarkan dari daftar penyakit internasional (International Classification of Diseases) oleh WHO pada 17 Mei 1990. Indonesia juga telah memasukkan homoseks dan biseks sebagai varian yang setara dengan heteroseks dan bukan gangguan psikologis. Hal itu tertuang dalam Panduan Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, sejak 1993 dengan acuan DSM tersebut. Para pemikir barat telah sangat keliru, ketika menisbatkan Islam hanya dalam ranah fakta kekinian, termasuk di Indonesia. Hal ini wajar, karena sejatinya mereka adalah para intelektual yang melihat Islam hanya dari sudut pandang barat, yang fatalnya, pemikiran seperti ini juga diamini para intelektual muslim. Lalu bagaimana Islam memandang LGBT, dan memberikan solusinya?

ISLAM, datang untuk menyelamatkan, bukan menjerumuskan !

Sebagai dien yang sempurna, yang kebenarannya bisa dibuktikan secara intelektual, Islam telah mengatur seluruh sendi kehidupan dengan begitu rincinya. Termasuk mengatur tentang orientasi seksual manusia. Islam telah memandang dengan jelas terkait potensi kehidupan manusia, yang didalamnya terdapat salah satu naluri yang berkaitan dengan ketertarikan antar lawan jenis. Naluri tersebut adalah naluri seksual (Gharizatun Nau’). Islam mempunyai cara pandang yang khas dalam memenuhi naluri seksual dibandingkan dengan ideologi yang lain. Islam memandang bahwa naluri seksual ini dalam pemenuhannya mesti diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada penyimpangan sedikitpun. Islam memandang bahwa naluri seksual ini ada sebagai sarana untuk melanjutkan keturunan. Dalam Islam, seksualitas merupakan nikmat Allah Subhanahu Wata’ala untuk melanjutkan keturunan.  Sebagaimana

firman Allah dalam,

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِي

“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah : 222)

Sedangkan Kapitalisme memandang bahwa pemenuhan naluri seksual ini sangat berorientasi pada kepuasan seksual belaka dan menafikan adanya proses melanjutkan keturunan. Sehingga jalan yang ditempuh oleh ideologi kapitalisme sangat bermacam-macam, homoseksual/lesbian pun bisa menjadi legal, bahkan pedofil dan pelampiasan pada hewan pun bisa muncul dalam iklim kapitalis sekular. LGBT dan turunannya adalah fenomena sosial yang ada didalam kehidupan masyarakat yang kapitalis sekular. Karena dalam pandangan Islam, tegas dinyatakan bahwa LGBT adalah penyimpangan terhadap syariat (faahisyah), seperti dalam beberapa firmanNya,

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?”” (QS:Al-A’raf [7]: 80)

أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ

“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia,”.(QS: Asy-Syu’araa [26]: 165).

“dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”.(QS: Asy-Syu’araa [26]: 166).

Hingga akhirnya Allah memusnahkan kaum nabi Luth dengan menimpakan sebuah gempa vulkanis yang diikuti letusan larva, kota Sodom tersebut Allah runtuhkan, lalu dijungkirbalikan masuk kedalam laut mati. Hal ini telah Allah gambarkan di dalam firman-Nya berikut :

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِينَ

“Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu”.(TQS. Asy-Syu’araa [26]: 173).

Atas dasar-dasar Al-Quran tersebut, Islam telah mengatur kehidupan manusia dengan sebaik-baik aturan. Sehingga ada beberapa hal yang Allah perintahkan untuk menjauhkan manusia terjerumus kedalam aktivitas liwath (Homoseksual dan Lesbian).

Pertama, secara individual

Islam memerintahkan menjauhi hal-hal yang dapat mengundang hasrat melakukan liwath. Sejak dini, Islam memerintahkan agar anak dididik memahami jenis kelaminnya beserta hukum-hukum yang terkait. Islam juga memerintahkan agar anak pada usia 7 atau 10 tahun dipisahkan tempat tidurnya sehingga tidak bercampur.

”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut, begitu juga janganlah perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut.” (HR. Muslim)

Islam juga memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan, menjaga aurot, tidak khalwat dan ikhtilat, dan mengharamkan segala sarana yang bisa memicu penyimpangan naluri tersebut, seperti media porno, prostitusi, minuman keras, narkoba, dsb.

Kedua, sanksi bagi pelaku liwath

Negara, dalam pandangan Islam, harus menerapkan had bagi para pelaku liwath, yaitu bunuh baik muhshan maupun ghairu muhshan.. Hukuman ini begitu tegas termaktub di dalam Al-Quran dan Assunah, yang dalam pandangan Islam, hukuman ini berfungsi sebagai pencegah dan penebus dosa.

Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth as. maka bunuhlah pelaku dan pasangan (kencannya). (HR. Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah).

Had liwâth dapat dijatuhkan dengan syarat, pelaku liwâth baik pelaku maupun yang dikumpulinya; baligh, berakal, karena inisiatif sendiri, dan ia terbukti telah melakukan liwâth dengan bukti syar’iyyah, yaitu, kesaksian dua orang laki-laki, atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seandainya pelaku liwâth adalah anak kecil, orang gila, atau dipaksa dengan pemaksaan yang sangat, maka ia tidak dijatuhi had liwâth. Itulah beberapa penjelasan seputar liwath di dalam Islam. Pencegahan tersebut hanya akan efektif ketika Negara menerapkan syariat Islam secara kaaffah, karena akan didukung oleh sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem pergaulan dan sistem sanksi yang kesemuanya berlandaskan syariat, bukan sekular liberal.

Sebagai penutup, jadilah para intelektual yang menyebarkan pemikiran yang sudah teruji kebenarannya, dan bagi seorang Muslim, tentu landasan kebenaran sudah mutlak, yaitu Al-Qur’an dan sunnah RasulNya. Mengutip pernyataan  Dr. Adian Husaini, MA “dosa pemikiran itu tidak ringan, karena menyebarkan pemikiran yang salah juga berat dosanya, apalagi jika kemudian diikuti oleh banyak orang.” Wallahualam.*

Sumber : hidayatullah.com


Saya Marah !

Saya marah…

Sangat marah….

Ketika saya dihina, disepelekan dan dicampakkan !

apalagi ….

Jika itu dilakukan pada Ayah dan Ibu saya !

terlebih…

jika itu adalah Pencipta Saya!

Pencipta Ayah dan Ibu Saya!

….

Ya… Kami berhak marah…

ketika aturan Allah dilecehkan… hukumNya disepelekan… dan ketetapanNya dalam kitabNya dicampakkan!

 


The Dagelan Continues…

Di tengah-tengah keriuhan berita tentang penggerebegan dan penangkapan para anggota ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) di berbagai tempat di tanah air setelah seminar tentang ISIS di JIEX Kemayoran beberapa hari lalu, saya mendapatkan kabar bahwa nanti malam, sekitar pukul 19.30, 16 orang warga Indonesia yang ditangkap di Turki akan tiba di tanah air. Berdasarkan informasi yang berkembang, keenam belas orang itu datang ke Turki sebelum menyeberang ke wilayah Suriah, untuk bergabung dengan ISIS.

Tapi menurut seorang kawan yang bertugas di Markas Besar Polri, ke-16 orang itu bukanlah 16 orang yang dilaporkan menghilang oleh keluarganya dan berencana untuk ke Turki, pekan lalu. “Enam belas orang yang baru datang ini sebenarnya sudah ditangkap lama sebelumnya,” ujarnya. Sementara, dalam berbagai pemberitaan, ke-16 orang warga Surabaya, Solo dan Malang yang terdiri dari orang tua dan anak-anak itu digambarkan juga bahwa mereka akan bergabung dengan ISIS.

Kawan saya ini kemudian bercerita, bahwa sebenarnya ke-16 orang yang “akan tiba di Bandara Soekarno Hatta” nanti malam ini sebenarnya sudah tiba kemarin. Semula, Mabes Polri dan Interpol Indonesia akan mengumumkan keberhasilan mereka menjemput “para anggota ISIS” itu dalam sebuah konferensi pers yang mereka selenggarakan. Tapi rupanya, Departemen Luar Negeri Indonesia memprotes karena merasa tidak dihargai kontribusinya. Sebab, Departemen Luar Negeri merasa ikut membantu negosiasi untuk melepaskan ke-16 warga Indonesia yang ditangkap di Turki itu.

Karena mendapat protes keras, akhirnya Mabes Polri dan Interpol Indonesia mengurungkan rencana konferensi pers mereka. Keenam belas orang warga Indonesia yang sudah mendapat label sebagai anggota ISIS itu kemudian diangkut dan diinapkan ke National Traffic Management Centre (NTMC) Mabes Polri di jalan MT Haryono. “Skenarionya nanti mereka seolah baru datang, dan kemudian digelar konferensi pers bersama,” kata sumber di Mabes Polri tadi.

Sssttt… cerita tentang penangkapan di Jakarta dan beberapa daerah di Indonesia pun sebenarnya lucu-lucu loh… Mulai dari yang ditangkap masih dalam status wajib lapor (dan rajin melapor), tapi dibikin drama dengan penangkapan heboh di depan Mall. Padahal kalau tidak ada niat show, polisi bisa langsung menangkap dia saat laporan mingguan ke polisi. Belakangan diketahui pula bahwa orang-orang yang disebut-sebut sebagai anggota ISIS dan ditangkap di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang kemarin juga masih dalam pemantauan polisi, dan bahkan dalam status wajib lapor.

Proyek baru tampaknya masih bikin kikuk polisi. Sebab, menurut seorang perwira berbintang satu di mabes Polri, sebenarnya polisi juga masih bingung harus memakai undang-undang apa untuk menjerat orang-orang yang baru datang dari Suriah. Polisi, dan BNPT memang sudah meminta Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perpu larangan ke daerah konflik, tapi Wakil Presiden Jusuf Kalla menolaknya… “Cukup undang-undang yang ada saja. Teroris kan selama dia berbuat jahat siapa saja harus dihukum. Tidak perlu pakai Perppu,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (26/3/2015).

To be continued…

dikutip dari jurnalis ANTEVE Hanibal Wijayanta dalam akun facebooknya…


WANITA PENGHUNI SURGA

imagesperempuansholeh

Oleh : KH Hafidz Abdurrahman

Dari Atha’ bin Abi Rabah berkata, Ibn ‘Abbas berkata padaku, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya”

Ibn ‘Abbas berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku, ya Rasulullah, agar Allah Menyembuhkannya.’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Jika kamu mau, kamu bisa bersabar, dan kamu mendapatkan surga. Tetapi, kalau kamu mau, aku pun akan mendoakanmu, agar Allah menyembuhkanmu.”

Wanita itu tanpa ragu menjawab, pilihan yang diberikan Nabi, “Aku memilih bersabar, ya Rasul.” Dia pun melanjutkan penuturannya, “Tetapi, saat penyakit ayanku kambuh, auratku tersingkap. Mohon doakanlah aku, agar auratku tidak tersingkap.” Nabi pun mendoakannya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]

Subhanallah, alangkah rindunya hati ini pada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Ketika Nabi menyebut wanita hitam legam, yang mungkin di mata manusia bahkan tidak dilirik sedikit pun, lebih-lebih dia menderita penyakit kambuhan, ternyata dia bisa meraih kemuliaan yang luar biasa. Dialah penghuni surga. Dia mendapatkan kesaksian dari Nabi saw. sebagai salah seorang penghuninya, di kala nafasnya masih dihembuskan. Jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.

Oh, alangkah indahnya. Mata, pikiran dan perasaan kita pun berdecak ingin mengetahuinya, apa gerangan yang mengantarkannya meraih kemuliaan luar biasa itu? Karena dia wanita biasa, berkulit hitam legam, bahkan menderita penyakit kambuhan. Dia bukan wanita yang cantik jelita, berparas elok, berkulit putih bak batu pualam, bukan pula pesohor. Sekali-kali tidak. Dia, kata Ibn ‘Abbas, hanya wanita bisa yang berkulit hitam.

Wanita hitam itu mungkin tidak mempunyai kedudukan di mata manusia. Tetapi, kedudukannya mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya. Ini bukti, bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Ini juga bukti, bahwa kekayaan dan kedudukan di mata manusia juga bukan tolok ukur kemuliaannya di sisi Allah. Namun, kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita pada kedudukan yang mulia di sisi-Nya. Dengan ketakwaan, keimanan, keindahan akhlak, amal shalihnya, wanita yang rupanya biasa saja di mata manusia itu pun menjelma menjadi secantik bidadari surga. Subhanallah..

Ketika wanita yang hitam legam itu lebih memilih menerima keputusan (qadha’) Allah, yaitu penyakit ayan yang terus-menerus kambuh. Ketika wanita biasa dan penderita ayan itu sanggup menerima keputusan Allah, dia rela, dia lebih memilih bersabar dengan kondisinya, sementara di depannya terbentang pilihan kesembuhan, maka kerelaan dan kesabarannya dalam menerima keputusan Tuhannya itulah yang mengantarkannya menjadi wanita penghuni surga. Dipersaksikan Nabi di saat masih hidup di dunia.

Iya, wanita mulia ini, meski secara lahirnya biasa-biasa saja, telah berhasil melewati fitnah dalam kehidupannya di dunia. Betapa tidak, kondisi fisiknya yang hitam legam, penyakit ayan, auratnya yang tersingkap semuanya itu adalah fitnah yang menghampiri hidupnya. Namun, dia hadapi fitnah itu. Fitnah itu tidak membuatnya jatuh, bahkan terperosok dalam kemaksiatan, mempertanyakan dan bahkan memberontak keputusan Allah SWT. Sebaliknya, semua fitnah itu dihadapi dengan perasaan qana’ah, ridha, ikhlas dan sabar. Sembari meminta kepada Nabi, agar didoakan, saat dia mendapati fitnah auratnya tersingkap, itu saja yang ditutup oleh Allah SWT. Karena itu aurat. Sungguh luar biasa. Allah akbar.

Iya, hidup ini adalah fitnah (ujian). Fitnah bukan hanya berupa keburukan, sebagaimana kondisi yang menimpa wanita tadi, tetapi fitnah juga bisa berupa kebaikan. Kecantikan fisik, harta melimpah, kepopuleran dan seluruh kebaikan yang kita miliki sesungguhnya merupakan fitnah kehidupan kita di dunia. Seluruh kebaikan ini bisa jadi akan memerosokkan, menjatuhkan dan bahkan menyesatkan kita. Maka, Allah pun secara khusus mengingatkan:

أَلاَ إِنَّ فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوْا

“Ingatlah, sesungguhnya mereka benar-benar telah terjatuh dalam kubangan fitnah itu.” [Q.s. at-Taubah [9]: 49]

Ketika kecantikan fisik, kekayaan yang berlimpah, kepopuleran dan seluruh kebaikan dunia tidak digunakan untuk melakukan ketaatan, bahkan digunakan dan dieksploitasi untuk melakukan kemaksiatan, maka semua kebaikan ini merupakan fitnah yang memerosokan, menjatuhkan dan bahkan menyesatkan si empunya. Tetapi, jika semuanya tadi digunakan untuk melakukan ketaatan kepada pemilik sejati kebaikan itu, yaitu Allah SWT, maka fitnah tadi tentu tidak membuatnya terperosok, terjatuh apalagi tersesat. Karena semuanya itu bisa dikelola sesuai dengan amanat Pemilik-Nya.

Kesadaran itulah yang dimiliki oleh Khadijah binti Khuwailid, dan putri tercintanya, Fatimah binti Muhammad saw. tuan para wanita penghuni surga. Kecantikan, kekayaan, kemuliaan dan seluruh kebaikan yang dimilikinya diberikan untuk Allah dan Rasul-Nya. Khadijah pun mendapatkan salam dari Allah dan Jibril, dibangunkan rumah untuknya di surga, semasa masih hidup di dunia. Fatimah pun sama, mendapatkan persaksian dari ayahandanya, Nabi Muhammad saw., sebagai penghuni surga, bahkan dinobatkan sebagai tuan para wanita penghuninya. Subhanallah.

Iya, ketika kecantikan wanita, kekayaan, kemuliaan dan seluruh kebaikan yang dimilikinya membuatnya sibuk berdandan, demi mendapatkan kulit yang putih, tetapi enggan memutihkan hatinya, maka semuanya itu menjadi fitnah kehidupan yang memerosokkannya. Mereka begitu khawatir dengan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi sama sekali tidak khawatir, jika keimanan dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan kepada-Nya, Na’udzu billah.

Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka seperti apapun rupa kita, seperti apapun fisik kita, janganlah pernah merasa rendah diri. Syukurilah nikmat Allah yang sangat berharga. Kecantikan iman, kecantikan hati dan akhlak mulia kita.

Bagi wanita berkulit hitam, yang menderita penyakit ayan, maka penyakit ayan ini sebenarnya bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan, karena banyak anggota menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.

Tapi, lihatlah perkataannya. Lihatlah, adakah satu kata saja yang menunjukkan dia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah dia mengeluhkan betapa menderitanya dia? Betapa malunya dia karena menderita penyakit ayan? Namun, ternyata bukan itu yang dia keluhkan. Justru yang dia keluhkan adalah auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.

Subhanallah. Dia lebih khawatir bila auratnya yang tersingkap, bukan mengkhawatirkan penyakitnya kambuh. Dia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya. Auratnya juga merupakan kehormatan dan harga dirinya. Maka, dia pun berusaha menjaganya, meski dalam kondisi ketidaksadarannya akibat sakit ayat itu. Inilah salah satu ciri wanita shalihah, penghuni surga. Mempunyai ‘iffah, sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya.

Selain itu, keralaan dan kesabaran wanita itu yang disebutkan Nabi saw., “Jika kamu mau, kamu bisa bersabar, dan kamu mendapatkan surga. Tetapi, kalau kamu mau, aku pun akan mendoakanmu, agar Allah menyembuhkanmu.” Tanpa ragu dia menjawab, “Aku memilih bersabar, ya Rasul.” [Hr. Bukhari dan Muslim]. Dia lebih memilih bersabar dalam deritanya. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi musibah dengan kesabaran yang luar biasa.

Iya, manusia memang tidak akan mampu mencapai kedudukan mulia di sisi-Nya, dengan seluruh amalan perbuatannya. Namun, Allah akan memberinya jalan untuk meraihnya, dengan cara memberikan cobaan kepada hamba-Nya, cobaan yang tidak disukainya. Setelah itu, Allah memberinya kesabaran untuk menghadapi cobaan itu. Dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, dia pun meraih kedudukan mulia yang sebelumnya tidak bisa diraihnya dengan amalannya.

Nabi saw. bersabda, “Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” [Hr. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Haadits Shahih 2599].

Maka, saat cobaan menimpa, kesabaran kita akan mengantarkan kesempurnaan iman kita. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita pada kedudukan yang mulia di sisi-Nya.

Semoga seluruh fitnah (ujian) yang menimpa kita, baik dalam bentuk kebaikan maupun keburukan, tidak akan memerosokkan, menjatuhkan bahkan menyesatkan kita. Amalkanlah doa yang diajarkan oleh menantu Nabi saw. ‘Ali bin Abi Thalib:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُضِلاَّتِ الْفِتَنِ

“Ya Allah, hamba berlindung kepada-Mu dari fitnah yang menyesatkan.”

Amin.. amin.. amin ya Mujiba as-Sailin.


Saat Satu Pintu Tertutup, Pintu Lain pun Terbuka

Tak pernah terbayang di benak keluarga saya, salah satu dari enam anak bapak terlibat permainan uang dari lempar gadai mobil hingga terlilit hutang yang luar biasa besarnya. Hingga total hutangnya melebihi seluruh aset yang kami miliki, 2 rumah dan sebidang tanah. Mungkin ini ibarat mendapat durian runtuh, tiba-tiba kami harus merelakan seluruh aset untuk pergi tak bersisa. Dan sungguh, tak pernah sekalipun terbayang di benak saya, seluruh aset keluarga benar-benar habis dengan begitu mudahnya!
.

Tapi sekali lagi, Allah memang Maha Berkehendak. Dan pilihan kami hanya satu, IKHLAS! Bukankah menghilangkan seluruh bumi seisinya adalah juga mudah bagi Allah? Lalu mengapa kita musti ngeyel untuk mempertahankan sesuatu yang memang diambil oleh Pemilik Sejatinya?
.

Tapi juga bukan Allah, jika Ia tidak Maha Penyayang. Allah tak akan pernah membiarkan hambaNya telantar. Saat Ia menutup satu pintu, yakinlah ada banyak pintu siap dibukakannya, kita hanya perlu satu kata, SABAR!
.

Satu per satu pintu itupun akhirnya terbuka. Adik akhirnya diangkat menjadi pegawai tetap di tempatnya bekerja setelah menunggu hampir dua tahun lamanya. Kakak pertama akhirnya mendapat kesempatan untuk memiliki kantin sendiri, dan tak lagi menjadi juru masak untuk orang lain. Dan saya, Alhamdulillah mendapat rejeki untuk menempati rumah kontrakan yang cukup besar dengan sewa yang luar biasa murahnya, dan Alhamdulillah lagi, suami sudah mendapatkan pekerjaan yang benar-benar dinikmatinya dengan pendapatan yang membuatnya bisa menyisihkan sedikit demi sedikit untuk kelak kami membeli rumah sendiri… insyaAllah….
.

Dan kami akan terus bersabar, hingga Allah membuka sudut-sudut pintu yang lain, dan tentu saja tanpa melewatkan kata yang lain, SYUKUR!
.

Subhanallah… Walhamdulillah… Allahuakbar !


Setengah Jalan ?

cov106-gbr

Tak terasa…

sudah setengah jalan,

menuju ajal

….

Bagaimana jika jalan itu tak sepanjang yang kau kira ?

 


Renungan untuk Para Guru

anak-sedih1

Oleh Abu Abdirrahman

Ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama kami memiliki seorang teman yang jenius. Terlihat sekali dia tidak butuh untuk belajar sungguh-sungguh untuk menguasai pelajaran Matematika dengan baik. Sepertinya kami belum pernah bertemu dengan siswa secerdas anak ini.

Barangkali dia termasuk sosok-sosok langka yang pernah ada. Karena bakat luar biasa itu pula agaknya tidak ada yang memperhatikan dan memaksimalkan potensinya, mungkin semua berpikir, “Oh dia sudah bisa, tidak perlu dibantu!” Lalu dia pun sering menggunakan kemampuannya untuk meledek guru-guru dan memperlihatkan kelemahan-kelemahan mereka. Ini menyebabkan guru-guru tersebut mengabaikan bahkan membencinya.

Pada suatu hari seorang guru memintanya untuk menyelesaikan satu soal di depan kelas. Dia tampaknya sengaja menyelesaikan soal dengan cara yang tidak diajarkan, dan keluar dari buku teks yang kami gunakan. Na’asnya bukannya memberikan dukungan dan apresiasi terhadap talentanya, sang guru justru menolak penyelesaian teman kami itu, meskipun hasilnya benar, dan menganggapnya menyimpang dari kurikulum.

Parahnya lagi dia memarahi teman kami tersebut dan mengecamnya di hadapan kami semua. Sang guru rupanya tetap menyimpan marahnya, dan membalasnya dengan cara yang spesial, nilai merah. Murid jenius itu pun gagal dalam bidang studi Matematika, sementara saya –yang sampai sekarang tetap tidak menyukai pelajaran ini –dan teman-teman yang lemah lainnya lulus. Demikian satu talenta hebat yang sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh umat ini suatu saat kelak dibunuh dengan sengaja.

Saya teringat dengan teman tersebut ketika membaca kasus serupa di sebuah Universitas di Kopenhagen Denmark. Sebuah pertanyaan fisika berbunyi: Jelaskan cara mengukur ketinggian gedung dengan barometer (alat pengukur tekanan udara)! Pada umumnya mahasiswa menjawab: Dengan mengukur perbedaan antara tekanan udara di permukaan tanah dan tekanan udara di puncak gedung.

Tetapi salah satu jawaban membuat marah dosen penguji dan langsung memberi nilai nol tanpa menuntaskan membaca jawaban. Jawaban yang membuat marah itu ialah: Ikatkan barometer tersebut dengan tali yang panjang kemudian jatuhkan ke tanah dari puncak gedung, jika sudah sampai ke tanah, ukurlah berapa panjang tali tersebut.

Meskipun jawaban tersebut benar adanya, tetapi dapat dimengerti Dosen tersebut marah; si mahasiswa memberikan jawaban dengan cara pikir yang terlalu dangkal tidak ada hubungan sebenarnya dengan barometer maupun Fisika.
Mahasiswa tersebut melakukan banding kepada pihak kampus dan dikabulkan. Rektorat memberinya kesempatan lain dengan dosen yang lain pula. Sang dosen mengajukan pertanyaan yang sama secara lisan.

Dengan penuh percaya diri sang mahasiswa memberikan jawaban, ”Ada banyak cara yang dapat kita lakukan,

Pertama: dengan melemparkan barometer dari puncak bangunan, perhatikan berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh barometer untuk sampai ke tanah, dengan memakai persamaan gravitasi kita dapat mengetahui tinggi gedung.

Kedua: jika waktunya siang hari bisa dilakukan dengan mengukur panjang bayangan barometer dan bayangan gedung, dengan rumus persamaan (tinggi termoter/tinggi bayangannya = tinggi gedung/tinggi bayangannya) dapat diketahui tinggi gedung tersebut.

Ketiga: Jika Anda tidak ingin repot-repot memikirkan urusan ini, maka cara yang terbaik ialah katakan kepada petugas keamanan, ‘Barometer ini saya hadiahkan kepada Anda, jika Anda memberitahu saya dengan benar berapa tinggi gedung ini.’ Tapi jika kita ingin memperumit masalah ini, maka kita gunakan barometer ini terlebih dahulu untuk mengukur tekanan udara di atas permukaan tanah, kemudian tekanan udara di puncak gedung, lalu hitunglah selisih antara keduanya!”

Sang Dosen pun bertanya, “Mengapa Anda tidak menulis jawaban ini? Anda tentunya paham Dosen Anda menunggu jawaban ini.”
Mahasiswa ini menjawab, ”Para Dosen sendiri yang mempersempit cara berpikir mereka, memaksa kami berpikir dengan cara mereka!”

Para pembaca yang mulia, sungguh disesalkan tidak jarang kita temukan para pendidik seperti ini, merasa terusik ketika ada seorang siswa yang lebih unggul daripada mereka: kecerdasan, bakat, atau keterampilannya. Bukannya diberi motivasi dan memberikan perhatian khusus, justru ada saja yang mematikan bakat-bakat luar biasa tersebut.

Bagian yang menyentakkan dari kedua kasus di atas ialah: bahwa si jenius Denmark, Niels Bohr, kemudian tidak hanya sekedar lulus dari matakuliah tersebut, tetapi menjadi satu-satunya orang Denmark yang meraih penghargaan nobel di bidang Fisika. Sementara teman kami yang jenius tersebut, dia tidak melanjutkan pendidikannya, saya tidak tahu entah di mana dia sekarang. Saya adalah saksi hidup atas ketidakadilan yang diterimanya, atas pemaksaan pola pikir dengan cara yang picik.

Andaikata dia telah meninggal dunia, semoga Allah merahmatinya, namun saya berharap dia masih dalam keadaan sehat wal afiat.

Kesimpulan yang ingin saya sampaikan ialah bahwa untuk membangun dan membina satu bakat kita membutuhkan banyak dana, waktu dan tenaga. Sementara untuk mematikan seribu bakat kita hanya membutuhkan sebuah lingkungan belajar yang membuat suntuk, atau pendidik yang tidak berkompeten, atau tidak sportif yang mampu membunuh bakat siswa-siswanya hanya dalam waktu satu minggu saja.

Betapa banyak bakat-bakat unggul yang berguguran di sekolah-sekolah kita, atau di perguran-perguruan tinggi kita, hanya karena pemiliknya berani berpikir dengan cara yang berbeda dari para pendidik mereka.!?

(qiblati)


Seperti Mereka…

belahan-jiwa

“Mi, kok kayaknya usaha Abi gak cepat melonjak kayak banyak orang ya. Ada yang sebentar bisa punya banyak toko, banyak cabang bisnis, punyak aset macem-macem…” kata suamiku suatu ketika. Ah, bukankah suami juga manusia, yang kadang mungkin terancam kejenuhan, atau bahkan keputus asaan…

“Iya, Abi emang gak punyak macam-macam seperti mereka…” Aku diam sebentar, lalu…

“Abi gak punyak utang yang harus dipikirkan cicilannya, Abi gak punyak banyak waktu yang hanya dihabiskan untuk mengejar keuntungan, Abi juga gak bingung jika nanti ditanya Gusti  Allah apakah ada riba barang sedikitpun dalam harta kita?” Kulihat suamiku melihat kearahku, seolah mengerti bahwa ada banyak hal yang membuat nya jauh lebih istimewa sekalipun mungkin ‘belum seberhasil’ layaknya seorang bisnisman sejati.

“Iya, kalo dipikir-pikir, selalu saja ada jalan ya Mi kalo kita butuh sesuatu” Lalu senyumnya mengembang, sesuatu yang selalu kuusahakan hadir di bibirnya.

Walaupun kadangkala, sesekali ‘wajah cemberut’ kuhadirkan di hadapannya, hanya karena kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin tak disadarinya. Ah, bukankah itu hanya ‘sedikit bumbu’ yang menghiasi perjalananku dalam memahami setiap sisi dirinya?…


Dia Kini…

AQ&KAU

“Aku bertemu dengannya, benar-benar tak kusangka!”

“Lalu? Biar kutebak, mmm… kau pura-pura tak melihat, atau malah pasang aksi?” sudah kuduga dia akan bilang seperti itu.

“Tunggu..tunggu…  apa dia tahu kalau itu kau?!” belum kujawab sudah bertanya lagi, dasar!

“Hhh…” Aku mendesah pelan… lalu sekelebat kejadian kemarin sore terlintas lagi di kepalaku, pertemuan yang sama sekali tak kuduga!

“Dia berbeda Van, jauh berbeda saat SMA dulu” sahutku

“Apanya yang beda?” tanyanya lagi

Aku diam. Kubiarkan Ivan berkali-kali bertanya penasaran akan perbedaan yang kumaksud. Jika saja dia tahu, dulu saat belum berubah saja aku begitu mati-matian mendekatinya, apalagi sekarang! Ya, kemarin sore, di sebuah kios makanan kecil, aku bertemu dengannya. Walaupun dengan penampilan yang asing dimataku, tapi aku cukup mampu mengenalinya. Wajah polos dan nada bicaranya, tak pernah bisa aku lupakan. Dulu, sesekali aku masih bisa sedikit menggoda dengan tersenyum dan menyapanya.

Tapi kemarin… entahlah. Seolah ada tembok tebal yang begitu kokoh, sehingga meliriknya pun aku tak mampu! Aku menjauh, dan hanya bisa sesekali memperhatikannya dari balik kaca. Ya, hijabnya, seperti penghalang tangguh yang tak bisa kutembus, sekalipun keberanian ini coba kukumpulkan sekuat tenaga!

***

Kini aku begitu mengerti, mengapa Allah begitu menjaga muslimah dengan aturan hijabnya! Benteng kokoh yang tak mudah bagi siapapun untuk meruntuhkannya!


Motivator Sejati

17556fe0194611e282e122000a1f9aae_7

Saat ini, mungkin terlalu sering kita mendengar training-training motivasi dengan trainer-trainer yang begitu hebat menyampaikan kata-kata bijaknya. Ketika kuliahpun, banyak kawan kampus yang menceritakan begitu gembiranya telah mengikuti training seorang trainer terhebat se Asia, walaupun harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit, bahkan menurut saya tergolong mahal untuk ukuran kantong saya saat itu. Pernah juga beberapa kawan kuliah seolah ikut ‘mempromosikan’ sebuah training terkenal saat itu, sambil membawa beberapa buku motivasi karya sang trainer yang sangat dikenal. Apakah saya tidak tertarik?

Bagi saya, sah-sah saja mengikuti training seperti itu, tak ada alasan untuk melarang siapapun mengikutinya, kalo memang mereka suka dan mampu membayar, kenapa tidak? Tapi buat saya, motivasi ada dimana-mana. Tak perlu dengan tokoh yang berhasil mengumpulkan uang sekian miliar dengan berbagai usahanya, ataupun dengan tokoh terkenal yang sering muncul di layar kaca. Motivasi itu ada disekitar kita, ada dalam anak-anak tetangga, ada dalam ayah bunda kita, ada pada sahabat kita, ada pada guru-guru kita, dan pada siapapun yang sangat nyata berbuat untuk kehidupannya, bukan pada siapapun yang sangat nyata pandai berbicara dengan kata-kata bijaknya.

Saya pernah terinpirasi oleh Mbak Nur, keponakan Mamak yang dulu sering ikut mengasuh saya ketika Mamak sakit. Perempuan hebat yang mampu menunjukkan pada dunia, bahwa kesabaran itu tak ada batasnya. Bahwa ujian itu untuk dihadapi, bukan diratapi. Pernah menjadi penjual bakso yang sukses, hingga usaha surut imbas persoalan rumah tangganya. Pernah cerai dari suami, sekalipun akhirnya rujuk lagi. Setelah rujuk, musibah datang silih berganti. Sang suami meninggal akibat kecelakaan, disusul salah satu anaknya yang sempat mengalami kelumpuhan beberapa tahun. Menjalani kehidupan yang lebih sederhana dibanding sebelumnya, dia tak pernah lelah menghidupi keluarganya, dengan jalan yang halal. Menjadi penjual kue, penjual jamu, penjual nasi, penjual krupuk, penjual sayur, semua pernah dilakoninya. Hidup memang tak mudah, apalagi tanpa Khilafah, namun tak membutakan mata akan nikmat yang dikaruniakanNya.

Saya juga pernah terinspirasi oleh kawan-kawan kuliah, yang pernah saya tuliskan disini. Saya pun pernah terinspirasi dengan senandung cinta Mamak, ataupun tentang Bapak , bahkan dari anak-anak yang sama sekali belum saya kenal. Dan akhir-akhir ini yang sering saya tulis adalah inspirasi dari pendamping istimewa, Abi.

Namun, dari semua itu, rasanya sudah banyak orang lupa, bahwa sumber inspirasi sejati telah diberikanNya secara cuma-cuma. Tanpa perlu membayar tiket mahal, dan tanpa perlu membeli buku-buku motivasi fenomenal yang terlalu mengorek kantong. Ya, dialah Al-Qur’an.

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7). Itulah salah satu ayatNya yang pernah mengubah jalan hidup saya 100%, kisahnya pernah saya tulis disini.

Pun dengan “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186). Ayat inilah yang membuka mata saya selanjutnya, bahwa memenuhi perintahNya, dan beriman kepadaNya adalah mutlak sebelum memohon kepadaNya.

Pun dengan ayat-ayat tentang hujan yang luar biasa, memberi peringatan indah bahwa tak seharusnya ada keluhan, bencana dan kesedihan saat hujan turun, karena hujan selalu turun sebagai rahmat dariNya…

Mau tahu lebih banyak motivasi indah yang bahkan akan terasa sejak kita membaca dan mendengarkannya? Buka, baca dan resapilah Al-Quran… yang diturunkan Allah di bulan yang mulia ini… yang diajarkan oleh orang paling mulia, Rasulullah SAW… dan tak lama lagi, untuk kemuliaan ummat…. saat aturanNya di setiap ayatNya… ditegakkan oleh seorang Khalifah dalam bingkai Khilafah

Allahuakbar !!!


Pada Siapa Kita Percaya?

suami-istri1

Saat suatu kali kupandangi diri di depan cermin,

“Ummi semakin keliatan tua ya Bi, katanya kalo gak pake pelembab bakalan cepat berkerut kulitnya Bi, Ummi boleh beli pelembab Bi?”

Kulihat suamiku tersenyum sambil melirik ke arahku, lalu katanya,

“Itu kan perasaan Ummi, nurut Abi Ummi keliatan muda terus kok, Abi kan gak pernah bo’ong sama Ummi” katanya,

“Ah iya, buat Ummi yang penting apa kata Abi…hehehehe…” Lalu suamiku mendekatiku sambil mengatakan sesuatu,

“ Kalau ada yang bilang Ummi keliatan tua, berarti pandangan mata orang itu yang uda mulai kabur, jadi doakan saja semoga penglihatannya segera normal kembali” Ah Abi, bisa aja nghiburnya. Aku pun tersenyum mendengarnya.

***

Yakinkan setiap masalah ada solusi? Lalu solusi siapa yang kita percaya? Adakah solusi yang lebih baik selain yang Maha Tau Masalah?!

Sebagai perempuan, saya kembali menjerit dalam hati. Menjerit membaca berita (entah benar entah lebay) seorang wanita menuntut cerai dengan alasan sang suami tidak bisa member uang minimal yang dia minta, yang lebih membuat saya ‘emosi’ dalam hati adalah, bahwa uang puluhan juta yang dia minta bukan untuk kebutuhan keluarga, namun untuk kebutuhan penampilan, ‘demi cantik dihadapan orang lain’!.

Benarlah kata Allah, pemberi solusi yang terpercaya. Bahwa Dia menetapkan apa itu mahram, sehingga tak layak lah seorang wanita mempertontonkan auratnya pada siapapun yang bukan mahram nya. Ya, sudang jamak seorang wanita selalu ingin memperlihatkan ‘kecantikannya’ dan ‘sangat senang dipuji’. Maka bayangkan jika Allah tidak melarang wanita dengan pembatasan aurat dan mahram baginya. Mereka akan berlomba-lomba menghabiskan hartanya untuk mempercantik diri di depan umum, mereka akan melakukan banyak hal demi mengejar pujian, dan waktu dihabiskan hanya demi penampilan. Jika sudah seperti itu, bisa kah kau bayangkan apa hasilnya? Pertama, ketika dia memiliki anak, maka sudah pasti fokus pendidikan adalah penampilan, dan lahirlah generasi yang tidak jauh berbeda, pemuja fisik! Kedua, ketika dia memiliki suami, maka sudah pasti akan menjadi istri yang penuntut, dan jika hidup bersama dengan orang penuntut, tunggulah alarm kepenatan dan kebosanan menyala.

Allah Maha Benar, ketika mewajibkan istri berhias hanya untuk suami semata, bukan untuk orang lain! Karena keinginan suami tentu akan selalu disesuaikan dengan kebutuhannya, namun bayangkan jika orang umum yang notabene ada dimanapun dipenuhi keinginannya, maka yang terjadi adalah ‘tak pernah’ melihat keadaan sendiri, bahkan rela berhutang demi memenuhi tuntutan orang lain, yang seringnya hanya berdasar ‘anggapan’ saja, bukan kebutuhan yang sesungguhnya. Dan lihatlah, apa dampaknya. Suami mereka ketika keluar rumah disuguhi perempuan-perempuan ‘yang menggoda’, namun ketika berada dirumah, kehadiran ‘istri yang menyejukkan pandangan’ tak lagi dia temui. Lalu kapal pun pecah, karam, hanyut dan tenggelam.

Allah, Allah, Allah. Kenapa banyak yang tak lagi percaya pada solusiNya?!  Tidak cukup kah bukti penciptaan Alam Semesta menjadi jaminan akan Ke Maha DigdayaanNya?

Mungkin, memang harus menghadapNya dulu, baru banyak manusia menyadarinya. Namun sayangnya, saat hari itu terjadi, sudah terlambat untuk kembali…..


Simulakra dan Tasripin

Sewaktu kecil saya pernah menipu kakek. Usia beliau tujuh puluh waktu itu, dan mewakili generasi yang minim sekali bersentuhan dengan ikon-ikon kemajuan. Kakek saya itu seorang petani dusun yang tinggal di ujung gunung, perbatasan Kabupaten Magelang dan Semarang, yang sepanjang hidupnya tak memiliki piranti elektronik apapun. Oh, kecuali senter kecil bertenaga baterai. Sebaliknya, saya generasi yang sedang antusias menyongsong jaman baru. Sekalipun kami sama-sama belum menikmati listrik, tetapi setidaknya di rumah bapak saya sudah tersedia radio dan tape recorder bertenaga aki kecil. Dengan tape recorder inilah saya menipu kakek.

Ketika menginap di rumah kami, kakek biasanya saya putarkan musik favorit keluarga, yakni gending Jawa. Atau istilah populernya uyon-uyon, entah itu dengan radio atau tape. Kakek tentu saja tahu tentang radio atau tape, atau lebih tepatnya tahu menikmatinya. Tetapi beliau tidak tahu mengoperasikannya. Dan yang sama sekali tak diketahuinya adalah bahwa tape recorder bisa digunakan untuk merekam suara kita sendiri. Entah bisikan apa tiba-tiba saya kepikiran untuk merekam suara saya, menirukan penyiar yang sering didengar oleh kakek dari radio. Lalu dalam rekaman itu saya menyampaikan salam hangat kepada kakek saya, lengkap dengan deskripsi detil yang mengindikasikan bahwa penyiar gadungan tersebut mengenal betul sosok kakek saya. Hasilnya sesuai harapan. Kakek terheran-heran dengan kejadian ini, dan mulai menceritakannya dengan penuh antusias kepada orang-orang terdekat, misalnya kepada bapak, ibu, dan paman saya. Ketika beberapa minggu kemudian saya berterus terang tentang penipuan ini, kakek marah besar.

Kenakalan saya itu sebenarnya suatu persoalan filosofis yang serius. Apa yang dimaksud dengan kenyataan? Benarkah yang kita anggap kenyataan itu sesungguhnya cuma “kesan-kesan” yang dihasilkan di dalam ruang interpretasi? Bisa jadi “kenyataan” itu hanyalah tiruan atau bahkan pemalsuan dari sesuatu yang lain? Peniruan atau pemalsuan dari sebuah model nyata? Atau … bahkan bukan lagi tiruan, tetapi khayalan yang tidak lagi bersumber dari realitas manapun? Wow akhirnya kita sampai pada polemik pelik tentang representasi, yang telah mengharu-biru jagad intelektual sejak Parmenides, Plato, Hegel, hingga Umberto Uco atau Baudrillard. Seandainya saya tak berterus terang kepada kakek tentang penipuan itu, mungkin sampai akhir hayatnya kakek akan tetap percaya bahwa penyiar radio itu benar-benar mengenal beliau. Sementara bagi saya — yang tahu persis kejadiannya, realitas yang diyakini kakek itu omong kosong belaka.

Terhadap peristiwa sederhana yang berlangsung di depan mata, kita akan dengan mudah mengatakan, “Saya tahu persis kejadiannya”. Tetapi peristiwa model begini tidak memiliki peran signifikan dalam sistem kognisi kita. Ini seringkali hanyalah peristiwa remeh-temeh, misalnya gelas pecah atau kran macet. Sedangkan yang dominan dalam hidup kita adalah kejadian-kejadian yang sudah dimediasi. Atau dengan istilah lain, sudah dimanipulasi, baik dalam nosi baik atau buruk. Dan pernyataan ‘saya tahu persis kejadiannya’ menjadi diragukan.

Saya tak sendirian. Kenakalan saya bukan modus baru. Memanipulasi ‘kenyataan’ telah terjadi sejak ribuan tahun silam. Plato, filosof Yunani itu, pernah mendokumentasikan dialog njlimet tetapi serius antara kolega Socrates — seorang anak muda bernama Theaetetus — dan seorang asing dari Elea. Dialog itu pada dasarnya membahas tentang definisi Kaum Sophis, dan oleh karenanya dialog itu diberi judul “Sophist”. Kaum Sophis adalah sekelompok intelektual yang menyebarkan atau mengajarkan pengetahuan dengan meminta imbalan — tren aneh yang lagi booming jaman itu. Orang Asing dari Elea itu menganalogikan kaum Sophis sebagai pemburu bayaran (hired hunter), yang menukarkan hasil buruan dengan sejumlah uang. Sementara lawannya adalah pemburu sejati (faithfull hunter), yang menyedekahkan hasil buruannya secara cuma-cuma. Lalu dialog itu menyinggung tabiat para seniman kriya yang memahat patung tidak dalam proporsi yang benar sesuai tubuh manusia, tetapi sengaja didistori — tubuh bagian atas lebih besar dibanding bagian bawah. Tujuannya agar patung-patung itu memiliki citra lebih gagah. Bahasa Latin memiliki istilah khusus tentang ini, yakni simulakra. Istilah ini baru masuk ke dalam kamus Bahasa Inggris kira-kira abad ke-16, yang arti harfiahnya adalah “kemiripan”, “keserupaan”, “similarity”, atau “likeness”. Menurut orang Elea itu, baik para Sophis atau para seniman memiliki nosi yang mirip, yakni berperan layaknya “pedagang”. Barang dagangannya disebutnya “food of the soul”, dibedakan dengan barang dagangan fisik pada umumnya, atau “food of the body”. Isi dialog itu kira-kira begini (Maaf, ini cuma “Dialog Plato” palsu versi saya. Versi aslinya lebih bertele-tele :):

Orang Asing: “Apakah kita sepakat menggunakan istilah ‘yang nyata (being)’ dan yang ‘tidak nyata (not being)'”?
Theaetetus: “Ya, sepakat.”
Orang Asing: “Apakah menurut anda patung-patung — yang berkesan gagah — itu ‘nyata'”?
Theaetetus: “Tidak, tetapi tiruan dari ‘yang nyata'”?
Orang Asing: “Berarti ‘tidak nyata’?”
Theaetetus: “Saya kira demikian.”
Orang Asing: “Mengapa?”
Theaetetus: “Karena patung-patung itu tidak benar-benar persis sesuai aslinya, tetapi sengaja didesain untuk memunculkan kesan-kesan khusus.”
Orang Asing: “Hmm… tapi bukankah kesan-kesan itu akhirnya mempengaruhi persepsi kita tentang kenyataan? Bahkan … orang-orang justru akhirnya lebih percaya patung yang berkesan khusus itu ketimbang yang persis aslinya? Jadi, ‘yang tidak nyata’ itu mungkin saja menjadi ‘nyata’?”
Theaetetus: “Hmm…bener juga sih.”

Media Amerika ternyata paling getol menciptakan simulakra. Di Yalta, tahun 1945, ketika nestapa Perang Dunia Ke-2 baru saja usai, Silvester “Rocky” Stalone pernah mejeng bareng PM Inggris Tuan Churcill, Presiden AS Mister Roosevelt, dan Presiden Rusia Kamerad Stalin. Bayangkan, Stalone yang ototnya berbuku-buku itu cuma memakai singlet alias kaos oblong, sementara para pemimpin dunia itu berjas lengkap. Pada foto itu, Si Rocky seolah-olah habis menasehati para kampiun perang itu dengan logat Brooklyn nan medok, “Sok atuh Bos, bagi-bagi hasilnya yang rata. Jangan berebut, ya!” Scientific American lebih gila lagi. Majalah itu menayangkan potret Abaraham Lincoln memangku dan memeluk mesra bintang seronok, Merlyn Monroe. Dalam foto itu Nona Monroe tampak bahagia, sementara Lincoln terlihat bijaksana.

Kurang ajar memang. Tapi tenang saja. Foto-foto itu palsu, atau istilah teknisnya montase (montage). Dengan mudah kita bisa menyangkal kebenarannya: bagaimana mungkin mereka yang beda generasi bisa berpose dalam satu potret? Apalagi waktu itu sebagian sudah meninggal dan lainnya masih hidup. Mudah sekali mengetahui kepalsuannya, bukan? Benar, memang mudah. Tetapi itu karena kita masih bisa melihat — walau sedikit — jejak kenyataan, atau kepingan artifak. Bagaimana dengan anak cucu beberapa generasi mendatang yang tak tahu apa-apa? Atau bagaimana kita sendiri jika berada dalam kondisi buta — tak memiliki informasi memadai? Pasti sulit. Sebab, foto-foto itu sulit sekali untuk dicap palsu. Sangat bagus, seperti asli. Anda tentu tak akan bisa menduga bahwa foto Menteri Sekretaris Negara AS James Baker dengan Presiden Irak Sadam Husein itu palsu. Padahal aslinya foto itu antara Tuan Baker dan Menlu Philipina, Raul Manglapus, sebelum akhirnya disisipi potongan tubuh Pak Saddam, musuh bebuyutan Amerika. Di foto aslinya mimik Baker tampak tegang, seolah merasa bersalah akibat borok sejarah para pendahulunya. Sementara dalam foto palsu itu Baker justru rileks — lengannya  merangkul akrab pundak Saddam, disaksikan oleh Manglapus yang juga ceria. Lengan itu aslinya tidak melingkar di pundak siapapun, tetapi menjuntai di atas bantal sofa. Para seniman fotografi bahkan menilai foto palsu itu lebih baik dari aslinya.

Satu lagi tentang tipu-menipu. Kali ini digambarkan secara filmis dalam “Wag The Dog”. Film ini digawangi oleh seabreg mega bintang seperti Robert De Niro, Dustin Hoffman, Kristen Dunst, Anne Heche, dan Dennis Leary, yang berkisah tentang penyelamatan presiden incumbent Amerika Serikat dari aib: berselingkuh dengan gadis panggilan di bawah umur. Parahnya dua minggu lagi musim kampanye. Untuk mengalihkan isu, tim publik presiden lalu membuat simulakrum yang tak kalah sinting, sebuah liputan dokumenter palsu tentang perang yang juga palsu di Albania, dimana para tentara Amerika terjebak dalam medan perang yang bengis. Situasi perang itu sendiri tidak digambarkan secara hingar-bingar ala “Saving Private Ryan”, melainkan cuma latar reruntuhan gedung dan penampakan seorang gadis setempat yang panik dan memelas, sambil menggendong seekor pudel. Memang sesekali terdengar juga desingan metraliur dan dentuman artileri, tapi tak heboh amat. Ending-nya mudah ditebak, para “rambo” itu berhasil menyelamatkan sang gadis, dan dielu-elukan sebagai pahlawan. Alhasil, isupun teralihkan.

Serangkaian simulakra itu memang persis seperti yang diramalkan oleh orang asing dari Elea itu. Realistis, halus, detil, dan yang lebih penting: mengesankan. Tak menyisakan ruang keraguan bagi kita — pemirsanya — bahwa realitas itu sebenarnya sama sekali tidak nyata. Mark Slouka, budayawan Amerika, menyebut bangsanya sendiri — dan saya kira juga sebagian besar penduduk bumi ini termasuk kita — sudah menderita vertigo sejarah, semacam simtom kebingungan akut. Tak lagi bisa membedakan yang nyata dan tak nyata. Jungkir balik, begitulah.

Tak usah jauh-jauh ke Amerika. Foto dramatis tentang negeri kita pun ada. Foto ini sekalipun bertajuk China Begger (Pengemis Cina), tetapi judul itu ditulis terlalu kecil, nyaris tak kelihatan. Yang justru menonjol adalah potret seorang nenek pengemis berkebaya dan berkain batik, sedang bersandar pada dinding gedung yang lengang sembari menadahkan mangkuk alumunium ke orang-orang yang lewat. Nenek itu sangat memprihatinkan, memang. Tapi itu tak seberapa. Yang membuat foto itu begitu menggelegakkan emosi adalah gambar sekelompok gadis sekolah berseragam merah-putih, seragam SD kita, lewat di depan sang pengemis sambil menertawai kepapaannya. Dan bahkan salah satu dari gadis kecil itu mengacungkan jari tengah kepada si nenek, yang dalam budaya Barat diartikan sebagai simbol penghinaan yang keji. Tak ayal di dunia mayapun menggembung diskusi yang melibatkan ribuan netters, baik dari dalam dan luar negeri — termasuk kawan-kawan kita sendiri, tentang betapa bobroknya moralitas anak-anak kita. Caci maki, kejengkelan, keprihatinan. Sahut-menyahut seolah kita sedang membahas tragedi pedih dan bayangan kelam masa depan. Padahal gambar itu seratus persen palsu. Anak-anak dan nenek pengemis itu berasal dari foto berbeda. Pun telunjuk tengah yang diacungkan itu juga bukan milik anak itu. Teknik montasenya buruk, cropingnya kasar, pencahayaannya tak konsisten. Lalu ketika saya dan beberapa orang lain di Internet bilang bahwa foto itu palsu, sebagian besar khalayak tetap saja meneruskan diskusinya, dengan tambahan kata-kata bersentimen moral, “Baiklah, mungkin benar gambar itu palsu. Tetapi bukankah kita tetap perlu waspada terhadap ancaman keruntuhan akhlak anak-anak kita?” Saya akhirnya bertanya-tanya sendiri, mengapa orang-orang itu seperti menikmati self-bullying, semacam sado-masochism, dimana dirinya sendiri dipermainkan oleh realitas palsu? Ataukah ini yang oleh Uco dan Baudrillard disebut hiperealitas?  (Anda mungkin ingat tentang betapa dahsyat religiusitas para penghuni cyberspace ketika tiba-tiba menemukan gambar palsu tentang malaikat yang turun di atas Ka’bah. Saya pernah berhasil membuat potret model begitu hanya dengan asap, kamera digital, dan cahaya blits).

Anda boleh setuju atau tidak, produsen simulakra terhebat adalah media massa, khususnya tivi. Sinetron, infotaintment, dan berita. Ya berita (news), benteng pembeda terakhir antara yang nyata dan tak nyata pun kini terindikasi korup. Korup bukan dalam pengertian umum, tetapi sebagaimana yang dimaksud dalam Dialog Plato, yakni menghadirkan representasi yang tak sesuai dengan aslinya, alias tak nyata. Atau dalam terminologi Mark Slouka, representasi yang semakin bersaing dengan kenyataan, yang pelan-pelan mengaburkan tabir antara yang nyata dan yang virtual. Tivi semakin sukses membuat pemirsanya lebih prihatin terhadap artis ayu mungil yang tergolek sayu di ranjang rumah sakit karena tifus, melebihi kepedulian mereka terhadap tetangga asli yang juga sedang opname karena demam berdarah. Atau tiba-tiba kita menjadi begitu takjub terhadap selebritis yang memanjakan anjing atau kucing piaraannya, sementara kita tak mendapat berita apapun seputar anggaran kemewahan si kucing yang melebihi gaji para pawangnya.

Tetapi selalu ada dua sisi mata uang. Tak selamanya simulakrum ber-output buruk bagi pihak-pihak yang terlibat. Salah satunya tentang Tasripin. Adalah sebuah berkah ketika media “berhasil menemukan” anak Banyumas berusia dua belas tahun yang bernasib malang ini, yang selama beberapa pekan menghiasi media-media nasional, termasuk media dari daerah-daerah yang jauh. Anak ini diberitakan sebatangkara karena ibunya meninggal tertimpa longsoran batu di kali, sementara bapak dan kakak sulungnya merantau ke Kalimantan tanpa kabar. Keluarga dekat yang tinggal sekampung berkesan tak mau mengurus. Akibatnya, anak kecil yang seharusnya riang bermain ini terpaksa mensulihi peran sebagai kepala keluarga bagi ketiga adiknya. Lalu, tentu saja, berita mengharukan ini mengundang simpati orang banyak. Tak hanya dermawan biasa, tetapi juga Bupati dan bahkan Presiden SBY. Tasripin yang sempat putus sekolah itupun akhirnya kini bisa melanjutkan. Rumahnya diperbaiki oleh tentara dari Kodim. Bahkan akhirnya para dermawan berhasil membawa pulang sang ayah dan dipertemukan dengan anaknya. Ketika ditanya oleh tivi apakah dia akan meninggalkan lagi anaknya, ayah Tasripin menjawab tegas, “Tidak, Pak”.

Eh, tunggu dulu. Rupanya kisah Tasripin tak persis seperti itu. Situs Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) wilayah Purwokerto (ajikotapurwokerto.or.id) memuat tulisan Shinta arDjahrie, seorang aktivis lembaga amal di Purwokerto, yang juga menyalurkan titipan bantuan kepada Tasripin. Menurut Shinta, anak malang itu tak benar-benar hidup sendiri. Dia diasuh oleh pamannya, Ali Katun, walapun tak tinggal serumah. Pamannya inilah yang menyediakan makanan pokok untuk Tasripin dan adik-adiknya. Situs Riau Pos (riaupos.co) juga memberitakan bahwa Kuswito, ayah Tasripin yang berpenghasilan hanya satu juta sebagai buruh di perkebunan sawit itu, juga selalu rutin mengirim uang 300-an ribu sebulan. Tapi uang itu tak mencukupi, hingga Tasripin kadang bekerja serabutan untuk menambah biaya sekolah adik-adiknya. Tapi mengapa anak-anak ini tak tinggal saja dengan pamannya? “Kuswito bersikeras supaya anak-anaknya tetap di rumah. Dia menolak tawaran saudara-saudaranya untuk mengasuh anak-anaknya. Kami pun merasa sedih,” kata Ali. Lagian rumah Tasripin dan pamannya juga sangat dekat, hanya terpaut satu rumah.

Rupanya pemberitaan media yang tak sesuai itu melukai hati Ali Katun, sang paman. “Kami memang hidup kekurangan, Mbak. Tapi kami tidak pernah menelantarkan anggota keluarga kami sendiri,” kata Ali kepada Shinta. Yang menyinggung perasaan Ali dan keluarganya adalah berita bahwa Tasripin makan nasi hanya berlauk garam selama berhari-hari.

Pada titik ini, Shinta pun keheranan. Bagaimana mungkin pemberitaan bisa korup (meminjam nosi Plato) seperti ini? Mengapa Ali sang Paman, yang kebetulan juga ketua RW, yang rumahnya hanya berjarak 20 meter atau selisih satu rumah dengan tempat tinggal Tasripin, tak disertakan sebagai nara sumber? Juga orang-orang setempat, seperti guru ngaji dan kepala dusun? Bagi Shinta, pemberitaan Tasripin ini menyimpan teka-teki tersendiri. Dia menduga sang wartawan tak benar-benar datang ke lokasi. Reportase ini semata-mata berdasarkan informasi dari pihak ketiga, semacam “press release”, entah dengan maksud apa.

Akhirnya, anda dan saya akan selalu gamang mensikapi realitas. Di masa depan kita akan semakin kesulitan membedakan antara ‘yang nyata’ dan ‘yang tak nyata’. Tentang kegamangan ini Mark Slouka menasehati, “Cobalah mulai saat ini Anda belajar mencintai hal-hal yang benar-benar nyata. Pergilah ke taman, dan sentuh daun-daun yang berguguran. Rasakan juga anginnya yang mencicit-cicit. Juga ciumlah kening istri anda di taman itu, rasakan wanginya. Jangan biasakan mencium kening virtual di dunia maya.”

Saya sendiri lagi mencoba menyelami makna hadist ini, “WAMA ‘ARAR FA NAFSAHA WA KHAR ‘ARA RABBAHU”. Barangsiapa mengenal diri sendiri, sesungguhnya ia mengenal Tuhan. Bukankah Tuhan adalah Realitas Sejati?

 

***

Tulisan diatas saya ambil dari http://www.goeska.com/.

Saya sependapat, bahwa banyak  ‘media’ (mungkin hampir semua) yang lebih cenderung bekerja untuk opini tertentu. Saya teringat ketika mahasiswa dulu mengikuti beberapa aksi masiroh (demonstrasi damai untuk menyampaikan opini tertentu) dan biasanya esoknya kita akan mengecek apa yang ditampilkan oleh media. Ternyata rata-rata ‘tidak’ menyoroti apa keinginan dan opini yang disampaikan, tapi yang tampil justru gambar anak-anak yang ikut aksi seolah kami adalah massa tak tau diri dengan melibatkan anak dibawah umur, aksi kami malah memicu kemacetan padahal saat itu kita dalam posisi menyeberang dan telah minta ‘ijin’ pada pengawal lalu lintas sehingga mereka pun harus menghentikan laju kendaraan, atau kalo yang ikut aksi 100 ataupun 999, mereka akan mengutip jumlah yang sama, “ratusan massa”, padahal bisa jadi jumlahnya mencapai seribu orang ataupun opini yang tersampaikan meleset dan bahkan menyimpang dari tujuan aksi. Atau pernah ada opini dalam sebuah surat kabar di Bogor yang mencantumkan berita “Warga Bogor tolak Syariah Islam”, padahal yang aksi bukan representasi warga Bogor, karena paling sekelompok orang yang mengatasnamakan beberapa organisasi massa. Begitupun opini ‘teroris’ yang sejak tragedi WTC sering sekali terdengar di media, dan anehnya, tersangka ‘teroris’ hanya tersemat pada pelaku “yang masih diduga” orang Islam, jika bukan Islamis, maka tak ada embel-embel ‘teroris’.

Maka, jangan terkecoh antara fakta dan opini. Cerdaslah memberi dan menerima informasi!


Kalau Sistem Demokrasi Haram, Sepak Bola Juga?

Kritik-mengkritik itu soal biasa, tentu selama masih dalam koridor yang dibenarkan. Apalagi dalam masalah agama, kritik itu bisa jadi usaha untuk mengingkari kemungkaran atau untuk meluruskan kesalahan. Karena Islam adalah agama nasehat, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الدين النصيحة قلنا : لمن ؟ قال : لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم

Agama adalah nasehat”. Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?”. Beliau menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam kaum muslimin dan umat muslim seluruhnya” (HR. Muslim, 55)

Tapi tentu seperti sudah dikatakan tadi, harus berada pada koridor yang benar. Tidak sampai berlebihan hingga sampai melakukan hal yang diharamkan seperti mencaci, mencela, menjatuhkan kehormatan, berdusta, menjuluki dengan julukan yang buruk, atau sampai berbuat zhalim. Selain itu, koridor yang benar dalam kritik masalah agama itu juga perlu dicapai dengan metode kritik yang benar. Tidak asal bicara, sembarang komentar, tidak menggunakan kaidah dan metodologi yang baku dan sesuai. Konsekuensinya, orang yang mengkritik ini haruslah orang yang berilmu agama. Ini perlu diperhatikan dengan serius dan penting, mengapa? Karena bicara masalah agama itu berat. Allah Ta’ala berfirman kepada Rasulullah tentang Al Qur’an:

إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا

Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat” (QS. Al Muzammil: 5)

Jadi, jangan asal bicara, jangan asal komentar.

Metode kritik yang ilmiah dalam masalah agama yang dipakai oleh para ulama dan para penuntut ilmu agama dapat kita runut langkahnya sebagai berikut:

  1. Tashwir al mas-alah, memberikan gambaran umum masalah yang akan dibahas, dan menyebutkan serta menjelaskan istilah-istilah yang mungkin kurang dipahami
  2. Tahrir mahal an niza, menyebutkan pokok inti permasalahan, biasanya dengan menyebutkan poin-poin yang disepakati dan poin-poin yang diperselisihkan
  3. Dzikrul aqwal, menyebutkan pendapat-pendapat yang ada dari para ulama
  4. Tanqihul aqwal, menyederhanakan pendapat-pendapat yang ada, menggabungnya atau mengklasifikasikannya jika memungkinkan
  5. Nisbatul aqwal ila ashabiha daqiqatan, menyebutkan pemilik pendapat yang ada secara lebih rinci
  6. Dzikrul adillah, menyebutkan dalil-dalil yang digunakan setiap pendapat
  7. Dzikru awjahil istidlal, menyebutkan sisi pendalilan yang digunakan setiap pendapat
  8. Al I’tiradh wal munaqasyat fil adillah, pembahasan yang mencakup telaah kualitas dalil dan telaah sisi pendalilan serta penjelasan para ulama
  9. Tarjih bainal aqwal, menyimpulkan pendapat yang terkuat dari hasil telaah sebelumnya

Atau minimal, jika kita tidak berniat membahas perbandingan pendapat, atau mungkin tidak ada perbedaan pendapat yang berarti, bisa kita peringkas lagi langkahnya:

  1. Tashwir al mas-alah, memberikan gambaran umum masalah yang akan dibahas, dan menyebutkan serta menjelaskan istilah-istilah yang mungkin kurang dipahami
  2. Tahrir mahal an niza, menyebutkan pokok inti permasalahan, biasanya dengan menyebutkan poin-poin yang disepakati dan poin-poin yang diperselisihkan
  3. Dzikrul adillah wa awjahil istidlalmenyebutkan dalil-dalil yang digunakan setiap pendapat serta sisi pendalilannya
  4. Al I’tiradh wal munaqasyat fil adillahpembahasan yang mencakup telaah kualitas dalil dan telaah sisi pendalilan serta penjelasan para ulama
  5. Khulashah, kesimpulan

Dengan langkah-langkah ini, kritik atau bahasan yang ada lebih terarah, ilmiah, dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Saya ingin memberi contoh kritik yang tidak baik dan serampangan, yaitu yang ada di tulisan ini :

demokrasi-haram-sepak-bola-haram

klik untuk memperbesar

Kesimpulan yang diinginkan dari artikel tersebut adalah demokrasi tidak haram sebagaimana sepakbola tidak haram. Jadi inti artikel tersebut adalah mengkritik orang yang mengharamkan demokrasi. Nah, idealnya, langkah yang seminimal mungkin ditempuh oleh penulis yaitu,

  1. Menggambarkan fenomena tentang orang-orang yang mengharamkan demokrasi, bagaimana bentuk pengharaman mereka, apa yang mereka katakan, dll. Lalu menjelaskan apa itu demokrasi, definisinya, asalnya, sifat-sifatnya, dll.
  2. Menjelaskan apa penyebab mereka mengharamkan demokrasi, mulai dari sebab inti sampai sebab pendukung serta latar belakang dan landasan yang mereka gunakan.
  3. Menyebutkan dalil-dalil yang terkait soal demokrasi dan sisi pendalilannya
  4. Membahas kualitas dalil-dalil tersebut, sisi pendalilannya dan penjelasan para ulama
  5. Kesimpulan

Adapun yang ada pada artikel tersebut, sangat jauh api dari panggangan, sangat jauh dari ilmiah. Sekedar permainan logika asal-asalan. Tapi bukankah ini qiyas? Ya ini qiyas ma’al fariq, menganalogikan dua hal yang tidak bisa saling dianalogikan.

Kesalahan 1 : Gagal memberikan gambaran masalah

Sebelum bicara soal qiyas, kita tinjau metode penulis dalam mengkritik. Penulis sejak awal sudah gagal dalam tashwir al mas-alah, beliau tidak memberi gambaran masalah dengan baik. Di sana hukum demokrasi di-qiyas-kan dengan hukum sepakbola. Padahal hukum sepakbola ini perlu dirinci. Apakah hukum bermain sepakbola secara mutlak? hukum bermain sepakbola sebagai rutinitas? hukum menjadi pemain sepakbola profesional atau turnamental? Juga ataukah hukum menonton sepakbola dan menjadi fans tim sepakbola? Karena semua hal ini berbeda hukumnya. Jadi yang mana yang diqiyaskan oleh penulis? Lalu mengenai tema demokrasi sendiri, penulis mencampur-adukkan masalah antara hukum sistem demokrasi, hukum mematuhi undang-undang yang dihasilkan dari demokrasi, hukum masuk parlemen, hukum menjadi pegawai negara di negara demokrasi, yang semua ini pembahasannya berbeda. Sehingga nampak sekali tulisan ini tidak memiliki gambaran masalah dan scope yang jelas.

Kesalahan 2 : Gagal mengurai pokok masalah

Penulis juga gagal bahkan tidak melakukan langkah tahrir mahal an niza’. Di sana penulis meng-qiyaskan antara sepakbola dengan demokrasi, namun beliau gagal dalam menjelaskan inti masalah mengapa orang yang mengharamkan sistem demokrasi itu berkeyakinan demikian? Apa saja alasan intinya? Nampaknya dalam hal ini penulis kurang jujur atau mungkin kurang paham dalam menampilkan alasan-alasannya. Disebutkan di sana

1. Demokrasi memecah belah umat.
2. Demokrasi melahirkan fanatisme terhadap partai bukan Islam.
3. Demokrasi melahirkan maraknya perjudian.
4. Demokrasi tasyabbuh dengan kafir dan musyrik.
5. Demokrasi adalah sistem Barat.
6. Demokrasi menyebabkan ongkos yang mahal dan boros.

 

Apakah penulis lupa atau pura-pura lupa bahwa dalam sistem demokrasi nilai kebenaran dan juga penetapan undang-undang (tasyri’) bukan ditinjau dengan kalam Allah dan Rasul-Nya namun dihasilkan dari mufakat pesertanya atau suara terbanyak? Bukankah itu sebuah kekufuran? Apakah beliau lupa demokrasi membuka kesempatan bagi siapa saja untuk berpendapat, termasuk orang jahil, orang fasiq, orang munafiq, orang liberal dan orang musyrik? Apakah beliau lupa bahwa konsekuensi dari demokrasi adalah kebebasan secara mutlak dalam berpendapat? Dan alasan-alasan inti lain yang tidak disebutkan. Sebenarnya, jika penulis ingin mengkritisi pengharaman demokrasi, maka seharusnya langkah selanjutnya adalah membantah alasan-alasan ini dengan hujjah. Misalnnya, penulis sudah tahu sistem demokrasi memecah-belah umat, lalu masih tetap mendukungnya, sampaikan munaqasyah-nya dengan hujjah. Penulis tahu sistem demokrasi itu tasyabbuh, lalu masih tetap mendukungnya, maka sampaikan munaqasyah-nya dengan hujjah, dan seterusnya. Bukan malah akal-akalan dengan membandingkannya kepada hukum sepakbola.

Karena penulis juga mempertanyakan “mengapa sepakbola tidak diharamkan“? Maka beliau juga seharusnya melakukan tahrir mahal an niza’ dalam masalah hukum sepakbola. Karena pada kenyataannya masalah ini perlu rincian dan terjadi khilafiyah diantara para ulama. Contohnya, sebagian ulama mengharamkan seorang muslim menjadi pemain sepakbola profesional. Jika ini yang disinggung penulis, maka perlu dirunut apa alasan para ulama tersebut. Diantaranya:

  1. Pemain diwajibkan oleh peraturan untuk memakai pakaian yang terbuka auratnya, karena sebagian ulama berpendapat aurat laki-laki itu dari pusar sampai lutut dan paha termasuk aurat.
  2. Mereka berpendapat bahwa permainan sepakbola adalah laghwun (hal yang melalaikan) jika dilakukan secara terus-menerus.
  3. Jadwal pertandingan profesional seringkali bertabrakan dengan waktu shalat.

Alasan-alasan ini pun tidak disebutkan oleh penulis, entah karena tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Adapun hukum bermain sepakbola, jika insidental, bukan rutinitas, menutup aurat, tidak melalaikan shalat, tentu kembali kepada hukum asal perkara non-ibadah, yaitu mubah-mubah saja, tidak kami ketahui ada ulama yang melarangnya.

Kesalahan 3 : Bicara halal-haram tanpa pembahasan dalil sedikitpun

Kemudian metode selanjutnya yaitu dzikrul adillah wa awjahil istidlal dan juga al i’tiradh wal munaqasyat fil adillah sama sekali tidak dilalui oleh beliau. Artinya, beliau bicara masalah agama, masalah halal-haram, blas tanpa pembicaraan dalil. Wallahul musta’an.

Kesalahan 4 : Qiyas yang rusak (qiyas fasid)

Terakhir, masalah qiyas. Penulis menggunakan qiyas untuk menggiring pembaca kepada pemahaman bahwa hukum demokrasi sama dengan hukum permainan sepakbola profesional. Perlu diketahui qiyas itu memiliki 4 rukun:

  1. Al Ashlu, yang menjadi sumber (source) dalam perbandingan yaitu kasus yang sudah diketahui hukumnya.
  2. Al Far’u, kasus yang akan dibandingkan (test-case), yang ingin dicari hukumnya
  3. Hukmul Ashli, hukum syar’i dari al ashlu, yang  juga akan dimiliki al far’u.
  4. Al ‘llah Al Jami’ah, yaitu adanya ‘illah yang sama-sama dimiliki al ashlu dan al far’u yang saling cocok satu sama lain. ‘Illah adalah sifat-sifat yang menjadi faktor penentu dalam menyimpulkan suatu hukum syar’i.

Dalam bahasan yang terdapat dalam artikel, rukun ke 4 tidak dipenuhi oleh penulis. Karena ‘illah di antara kedua kasus itu berbeda, tidak mutanasib.

  • Sistem demokrasi diharamkan karena didalamnya ada tasyri’ (penetapan syari’at) bukan dengan dalil. Apakah hal ini terdapat dalam permainan sepakbola? Tidak.
  • Sistem demokrasi diharamkan karena didalamnya orang jahil, fasiq, musyrik, bisa ikut berpendapat menentukan baik-buruk. Apakah hal ini terdapat dalam permainan sepakbola? Tidak.
  • Permainan sepakbola profesional diharamkan sebagian ulama karena memperlihatkan aurat. Apakah hal ini jadi sorotan dalam bahasan masalah sistem demokrasi? Tidak.
  • Permainan sepakbola profesional diharamkan sebagian ulama karena jadwalnya bertabrakan dengan waktu shalat. Apakah hal ini juga jadi sorotan dalam bahasan masalah sistem demokrasi? Tidak.

Walhasil, qiyas yang beliau lakukan ini adalah qiyas yang rusak (qiyas fasid) karena merupakan qiyas ma’al fariq, meng-qiyas-kan dua hal yang tidak bisa saling di-qiyas-kan. Atau dalam bahasa kita, qiyas yang nggak nyambung. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah pernah berkata:

 
أكثر ضلال الناس إنما هو بسبب القياس الفاسد
 

“Kebanyakan penyimpangan yang terjadi ditengah manusia itu disebabkan oleh qiyas yang rusak” (Syarh Masa-il Jahiliyyah Li Syaikh Shalih Fauzan, 80)

 

Kesalahan 5 : Menganggap bahwa jika menyatakan bahwa sistem demokrasi itu kufur, berarti menganggap pemerintah Indonesia kafir

Mungkin penulis dan kelompoknya adalah ‘korban’ dari orang-orang yang gemar mengkafirkan pemerintah dan partai-partai politik. Sejarah mengatakan bahwa banyak penguasa kamu Muslimin di zaman dahulu yang zhalim, tidak mengindahkan hukum Islam, bahkan sampai kepada perbuatan kekufuran. Namun para ulama tidak bermudah-mudah dalam vonis kafir. Coba baca artikel ini dan ini.

Dalam ranah fiqih, hukum mengenai sistem demokrasi, hukum menaati UU dari pemerintah demokrasi,  hukum bekerja menjadi pegawai pemerintah demokrasi,  ini semua masing-masing berbeda pembahasannya. Tidak bisa di gebyah-uyah, kalau sistem demokrasi haram, maka otomatis haraaam semua.

 

Yang menggelitik, setelah penulis menukilkan alasan-alasan dari ulama yang mengharamkan permainan sepakbola dan juga membeberkan alasan-alasan (sekunder) dari haramnya sistem demokrasi, tanpa di bantah dan dikritik, ujug-ujug penulis malah membolehkan keduanya. Sudah tahu, koq tidak diamalkan? Hanya dengan 1 alasan saja: maslahah. Nampaknya menurut beliau 1 asalan ini saja bisa menggugurkan ribuan kontradiksi dan bisa melangkahi ribuan dalil. Apakah ini sejalan dengan tujuan beliau yang katanya ingin meninggikan izzul Islam? Oh,  jangan-jangan meninggikan izzul Islam itu dengan gangnam style dan harlem shake ?!?

 
 

Sumber : http://kangaswad.wordpress.com/2013/03/15/kalau-sistem-demokrasi-haram-sepakbola-juga/

***

Sekali lagi saya merenung, betapa banyak saat ini orang menulis asal tulis, orang mengkritik asal kritik dan orang bicara asal bicara. Ternyata kita memang orang-orang yang ‘bodoh’, dan tak punya kepintaran sedikitpun. Maka masihkah pantas kita berharap surgaNya?

Astaghfirullah hal adziim ya Allah… ampuni kami, karena sering kami merasa ‘orang yang paling’ benar. Sesungguhnya tanpa rahmat dan ampunan Mu, kami termasuk orang-orang yang merugi, serugi-ruginya!


Brain, Beauty, Behaviour

19958_101275836570536_100000643598927_35305_4314283_n

Brain

Bukanlah kepandaian itu menjawab soal dalam gulungan kertas atau pertanyaan seorang juri, tapi perempuan yang mampu berikhtiar dan bertawakal saat menjawab segala persoalan hidupnya.

Beauty

Bukanlah menunjukkan keanggunan dengan balutan kosmetik dan kain seadanya yang menunjukkan lekuk tubuh yang ‘aduhai’, tapi perempuan yang memancarkan keanggunan dengan kepedulian dan ketulusan yang tanpa pamrih.

Behaviour

Bukanlah perempuan dengan perilaku yang tampak sepanjang kontes, namun ketaatan yang utuh pada Sang Pencipta, sekalipun tak tampak oleh manusia.

Menjadi istri yang baik untuk suami dan Ibu yang baik untuk anak-anaknya, adalah ujian menuju brain, beauty dan behaviour  yang sesungguhnya. Menghadapi juri yang terbaik – Allah SWT.

Dunia, kadang membutakan perempuan pada pemilik sesungguhnya – Allah SWT.

*Duhai makhluk bernama perempuan, sampai kapan kau akan sadari, tubuhmu bukanlah barang yang layak untuk dieksploitasi ! Sayangilah milikmu yang paling berharga, yang seharusnya kau jaga dengan segala upaya !


Surat seorang Kristiani untuk Muslimah

gal585681763

Joanna Francis adalah seorang penulis dan wartawan asal AS. Dalam situs Crescent and the Cross, perempuan yang menganut agama Kristen itu menuliskan ungkapan hatinya tentang kekagumannya pada perempuan-perempuan Muslim di Libanon saat negara itu diserang oleh Israel dalam perang tahun 2006 lalu.

Apa yang ditulis Francis, meski ditujukan pada para Muslimah di Libanon, bisa menjadi cermin dan semangat bagi para Muslimah dimanapun untuk bangga akan identitasnya menjadi seorang perempuan Muslim, apalagi di tengah kehidupan modern dan derasnya pengaruh budaya Barat yang bisa melemahkan keyakinan dan keteguhan seorang Muslimah untuk tetap mengikuti cara-cara hidup yang diajarkan Islam.

Karena di luar sana, banyak kaum perempuan lain yang iri melihat kehidupan dan kepribadian para perempuan Muslim yang masih teguh memegang ajaran-ajaran agamanya. Inilah ungkapan kekaguman Francis sekaligus pesan yang disampaikannya untuk perempuan-perempuan Muslim dalam tulisannya bertajuk “Kepada Saudariku Para Muslimah”:

 

—————————————————————————————-

 

 

Selama serangan Israel ke Lebanon dan “perang melawan teror” Zionis, dunia Islam menjadi pusat perhatian di setiap rumah warga Amerika. Saya melihat pembunuhan, kematian dan kehancuran yang menimpa Lebanon, tapi saya juga melihat sesuatu yang lain: Saya melihat Anda. Saya tidak bisa menolong, tapi yang menjadi perhatian bahwa setiap perempuan yang saya lihat selalu menggendong bayi atau anak-anak disekelilingnya. Meskipun mereka berpakaian sederhana, kecantikan mereka tetap bersinar. Tapi bukan sekedar kecantikan lahiriah. Saya juga merasakan keanehan dalam diri saya: saya merasa iri. Saya merasa tidak senang atas kejadian mengerikan dan kejahatan perang yang rakyat Lebanon derita dan menjadi target oleh musuh kita bersama. Tapi saya hanya bisa mengagumi kekuatan, kecantikan, kesederhanaan, dan lebih dari itu, kebahagiaan kalian.

Ya, ini aneh, tapi itu yang saya rasakan bahwa meskipun dalam keadaan dibom, kalian tetap terlihat lebih bahagia dari pada kami, karena kalian menjalani kehidupan natural sebagai seorang wanita. Cara yang selalu wanita jalani sejak masa awal. Cara yang digunakan di Barat hingga tahun 60-an, ketika kami dibombardir oleh musuh yang sama. Hanya saja kami tidak dibom dengan perlengkapan perang sesungguhnya, tapi dengan tipu daya licik dan kerusakan moral.

 

Melalui Godaan

Mereka menyerang kami—orang-orang Amerika—dari Hollywood, bukan dari jet tempur atau tank buatan Amerika. Mereka juga akan “membom” kalian dengan cara ini, setelah mereka selesai membom prasarana negara kalian. Saya tidak ingin hal ini terjadi pada kalian. Kalian akan merasa rendah sebagaimana yang kami rasakan. Kalian bisa menghindar dari bom semacam ini kalau kalian mendengar dengan ramah kepada mereka yang sudah menderita dan menjadi korban serius dari pengaruh jahat musuh. Karena segala sesuatu yang kalian lihat dari Hollywood hanyalah kumpulan kebohongan, penyimpangan realita, rokok dan bayangan semu. Mereka menghadirkan masalah seks sebagai “hiburan yang aman” karena tujuan mereka adalah menghancurkan susunan moral masyarakat menjadi apa yang mereka arahkan ke program beracun. Saya meminta kepada kalian agar tidak meminum racun mereka. Tidak ada penangkal baginya sekali Anda mengkonsumsinya. Kalian mungkin bisa pulih setengah-setengah, tapi tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. Lebih baik menghindar dari racun sepenuhnya dari pada mencoba untuk sembuh dari penyebab kerusakan ini.

Mereka akan berusaha menggoda kalian dengan rangsangan film dan video musik; dengan licik menggambarkan kami, wanita Amerika, dengan bahagia dan senang, bangga berpakaian layaknya pelacur dan konten tanpa kekeluargaan. Banyak dari kami tidak bahagia, percayalah. Jutaan dari kami menjalani pengobatan anti-depresi, tidak menyukai pekerjaan, dan menangis semalaman karena lelaki yang mengatakan cinta kepada kami, kemudian dengan serakah menggunakan kami lalu pergi. Mereka ingin menghancurkan keluarga kalian dan meyakinkan kalian untuk punya sedikit anak. Mereka melakukan ini dengan menghadirkan pernikahan sebagai sebuah bentuk perbudakan, (tugas) keibuan sebagai kutukan, menjadi sederhana dan murni sebagai model kuno. Mereka ingin merendahkan kalian dan menghilangkan agama kalian. Mereka seperti ular yang menggoda Hawa dengan apel. Don’t bite!

Harga Diri

Saya melihat kalian sebagai mutiara berharga, emas murni, atau “mutiara bernilai tinggi” yang dibicarakan Injil (Matius 13: 45). Semua wanita adalah mutiara bernilai tinggi, tapi beberapa orang memperdaya kita ke dalam keraguan akan nilai kemurnian ini. Yesus (Nabi Isa as.) mengatakan: “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.” (Matius 7: 6) Mutiara-mutiara kita tak ternilai harganya, tapi musuh meyakinkan kita bahwa hal itu bernilai rendah. Tapi percayalah; tidak ada pengganti yang dapat memandang ke dalam cermin dan melihat kesucian, kemurnian dan rasa harga diri yang ada pada kalian.

Mode atau fashion yang datang dari para penjahit Barat dirancang agar kalian yakin bahwa aset tak ternilai milik kalian adalah seksualitas. Tapi keindahan busana dan hijab kalian sesungguhnya lebih menarik dibandingkan mode Barat manapun, karena pakaian itu menyelubungi kalian dalam misteri dan menunjukkan harga diri serta kepercayaan. Seksualitas seorang wanita harus dijaga dari mata-mata yang tak layak, karena hal itu seharusnya menjadi hadiah bagi lelaki yang benar-benar mencintai dan menghormati untuk menikahi Anda.

Aset tak ternilai milik kalian adalah inner-beauty, kemurnian, dan segala hal yang membuat kalian apa adanya. Tapi saya melihat beberapa wanita Muslim mendorong batasan itu dan mencoba menjadi kebarat-baratan sebisa mungkin, meskipun tetap menggunakan kerudung (dengan memperlihatkan sebagian rambut mereka). Mengapa meniru wanita yang sudah menyesal, atau akan menyesal, karena kehilangan kebaikannya? Tidak ada pengganti atas kehilangan hal tersebut. Kalian adalah permata yang sempurna. Jangan biarkan mereka menipu kalian dengan menjadi berlian palsu. Karena segala hal yang kalian lihat di majalah mode dan televisi Barat adalah kebohongan. Itu adalah jebakan setan. It is fool’s gold.

 

Hati Seorang Wanita

Saya akan beri tahu kalian sebuah rahasia kecil, sekiranya kalian ingin tahu: seks sebelum menikah tidaklah “sehebat” yang kalian kira. Kita memberikan tubuh kita kepada lelaki yang kita cintai, yakin bahwa itu adalah cara agar mereka mencintai dan menikahi kita. Sebagaimana yang kita lihat di televisi belakangan ini. Tapi tanpa jaminan pernikahan dan kepastian pengetahuan bahwa ia akan bersama dengan kita, ini bukanlah hal yang menyenangkan! Inilah ironinya. Ini adalah hal yang sia-sia. Hanya akan meninggalkan air mata pada kalian.

Berbicara sebagai seorang wanita kepada wanita lain; saya percaya bahwa kalian sudah mengerti. Karena hanya seorang wanita yang benar-benar mengerti apa yang ada di hati wanita lain. Kita benar-benar sama. Ras kita, keyakinan, atau kebangsaan kita bukanlah persoalan. Hati seorang wanita sama di mana pun mereka berada. We love. Itu hal terbaik yang kita lakukan. Kita memelihara keluarga kita dan memberikan kenyamanan dan kekuatan kepada lelaki yang kita cintai.

Tapi kami wanita Amerika telah dibodohi untuk percaya bahwa kita lebih bahagia dengan berkarier, rumah sendiri untuk hidup sendiri, dan kebebasan memberikan cinta kepada siapapun yang kami pilih. Itu bukanlah kebebasan, dan itu bukanlah cinta. Jangan menerima sesuatu yang penuh kekurangan. Itu tidaklah berharga. Kalian tidak akan menyukainya dan bahkan setelah itu kalian tidak akan menyukai diri kalian sendiri. Lalu dia akan pergi meninggalkan kalian.

Pengorbanan

Sin never pays. It always cheats you. Meskipun saya memperoleh kembali kehormatan, tetap saja tidak ada gantinya. Kami wanita di Barat telah didoktrin ke dalam pemikiran bahwa kalian, wanita Muslim, tertindas. Tapi sejatinya, kamilah yang sedang tertindas; diperbudak oleh mode yang merendahkan kami, terobsesi dengan berat badan, mengharap cinta dari pria yang tidak menginginkan kami bangkit. Jauh dalam diri, kami tahu bahwa kami telah ditipu. Kami dengan diam-diam mengagumi dan iri pada kalian, meski sebagian dari kami tidak akan mengakui hal ini.

Please, jangan remehkan kami atau berpikir bahwa kami menyukai hal-hal seperti ini. Ini semua bukan kesalahan kami. Banyak dari kami tidak memiliki ayah yang menjaga kami sewaktu kami muda karena keluarga kami telah berantakan. Kalian tahu siapa dibalik semua rencana ini. Don’t be fooled, my sisters. Jangan biarkan mereka merampas kalian. Stay innocent and pure. Kami wanita Kristiani butuh untuk melihat bagaimana hidup selayaknya seorang wanita. Kami butuh kalian untuk menyiapkan sebuah teladan bagi kami, karena kami telah kehilangan kesempatan. Jagalah kemurnian kalian. Remember: you can’t put the toothpaste back in the tube. Jadi, jagalah “pasta gigi” kalian dengan baik!

Saya harap kalian menerima pesan ini dalam semangat persahabatan, rasa hormat, dan kebanggaan. Dari saudari Kristiani kalian—with love.

[Joanna Francis; Penulis, Jurnalis USA]

Sumber : notes facebook disini


Ikhlas itu…

dua7ma

Ikhlas itu…

….

Saat segalanya menjauh, kau semakin mendekat

padaNYA…

….


Ilmu sebelum Bicara!

muslimah

Beberapa waktu yang lalu saya membaca tulisan seseorang  yang bercerita tentang ke’risi’annya dengan penampilan para wanita yang seolah semakin berani memamerkan kemolekan tubuhnya (paha, dada, perut ataupun ketatnya pakaian mereka). Dan yang katanya semakin bikin dia ‘risi’ adalah kok para wanita itu seolah ‘menikmati’ dipelototi para lelaki dengan berbagai responnya, seolah semakin merasa ‘bangga’ dengan tubuh indahnya.

Saya sendiri juga merasakan seperti apa yang dirasakan penulis tadi. “sangat-sangat risi!”. Bukan karena saya iri melihat mereka jauh lebih seksi, bukan! Buat apa, apa saya bisa menentukan lahir dengan tubuh seperti apa? Kalo tidak tercipta dengan bodi sexy apa iya saya harus menuntut Pencipta untuk membentuk tubuh seperti milik mereka? Atau saya harus menghabiskan uang di meja salon dan ahli kecantikan agar paling tidak sedikit bisa mendekati tubuh mereka? Buat saya, hidup terlalu berharga untuk dibuang dengan percuma!

Dan yang lebih membuat saya tidak habis pikir adalah pembelaan para aktivis feminis, seperti yang pernah ditampilkan protesnya di layar kaca atau beberapa media massa, salah satu contohnya seperti yang baru saja saya baca tentang berita demonstrasi para aktivis feminis yang menuntut kebebasan berpakaian sambil (maaf) ‘telanjang dada’ di depan masjid di Tunisia (sumber : eramuslim.com). Mereka pun dengan  lantangnya membela diri dengan mengatakan “Tubuh kami adalah hak kami” atau “Jangan salahkan rok kami yang mini, tapi otak kalian yang mini!” begitu protesnya. Sekilas, mereka bicara sok atas nama hak perempuan dengan begitu hebatnya, tapi saya melihatnya dengan sangat-sangat geli, mereka tidak sadar telah menguliti kebodohan mereka sendiri! Ya, mereka benar-benar bicara tanpa ilmu, dan tentu saja, tanpa iman! Saya termasuk bagian dari perempuan yang tidak akan pernah bersimpati dengan protes mereka, tapi saya justru ikut merasa dilecehkan, seolah-olah kami adalah para wanita yang memuja kemolekan fisik semata… seolah tak ada kelebihan yang bisa kami banggakan sebagai perempuan selain fisik semata… sangat, sangat dan sangat menyedihkan!

Konon mereka membela diri, bahwa tubuh mereka adalah bagian dari HAM, maka mau diperlakukan seperti apa itu hak mereka. Dengan jalan pikiran seperti itu, harusnya mereka tak perlu protes pada para lelaki ‘hidung belang’ yang dianggap ‘berotak mini’ tadi, karena otak adalah juga bagian tubuh, jadi mau berpikir apa, itu juga HAM bagi para lelaki. Lalu, mau dikemanakan tatanan hidup kita, jika setiap orang bebas sebebas-bebasnya memperlakukan hidupnya. Kalo sudah begitu, rasanya kok kita tak lebih baik dari kehidupan binatang. Maka benar kata Allah dalam kitabNya, bahwa orang yang tidak menggunakan akalnya untuk berpikir tentang kebenaran, matanya untuk melihat kebenaran, telinganya untuk mendengar kebenaran, dan hatinya untuk merasakan kebenaran, serta hidupnya untuk melaksanakan kebenaran, mereka laksana binatang ternak, bahkan lebih hina dari itu!

Saya wanita. Saya berharga. Tapi bukan harga yang semurah tawaran manusia. Harga kami, para wanita muslimah yang mampu menjaga izzahnya adalah setara harga yang dibayar Allah kelak, sesuai janjinya, harga yang tak terbeli oleh manusia, maka kami hanya akan mempercantik diri sesuai harga yang ditawarkan oleh pembeli terbaik, Allah azza wa jalla

Duhai para wanita, perbanyaklah Ilmu sebelum banyak Bicara!


Make It Fun, Its Yours!

ilmu

Buatlah segalanya jadi menyenangkan, maka hal itu akan menyenangkan. Pun dengan aktivitas menulis. Menulis bagi sebagian orang mungkin momok yang menakutkan, sehingga menganggap bahwa itu adalah kemampuan yang ‘tidak semua orang’ bisa. Tapi ada satu hal yang semestinya perlu disadari, bahwa apapun itu, jika sudah menjadi kebiasaan, maka yakinlah, tak akan ada kata ‘sulit’.

Bagi saya, menuliskan kembali adalah salah satu cara mereview sebuah hikmah, entah dari buku, entah dari pengalaman pribadi, entah dari pengalaman orang lain. Dan menulis itu sungguh menyenangkan!  Asal tidak ada hal yang membebanimu.  Ketika saya hanya mampu menulis dengan 10 kata, maka itu yang akan saya lakukan. Ketika saya menulis dengan gaya yang berbeda, maka itu pula yang akan saya lakukan. Dan ketika saya hanya mampu mereview tulisan orang lain, itu pula yang akan saya lakukan. Toh saya tidak sedang dikejar deadline sebagai penulis buku ataupun reporter, saya pun tidak punya ‘embel-embel’ harus posting setiap hari, atau ada yang mewajibkan saya hanya menulis topik tertentu.

Eit, tapi tunggu dulu. Ingat, saya tetap punya identitas. Yup, I am a moslem, so semua terikat dengan syariat, termasuk menulis. Jadi batasan tulisan tanpa hikmah dan manfaat, harus kita hindari. Lebih baik tak usah menulis, jika kita hanya mampu menulis kebohongan, plagiat, ataupun  maksiat. Naudzubillah…

Dulu, saya sangat menyukai membaca beberapa majalah cerpen, hingga pernah beberapa kali mencoba menulis cerpen seperti Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia, Gola Gong dan yang lain. Pernah sekali waktu saya kirimkan, dan belum berhasil. Menyerah. Sepertinya cerpen belum menjadi ketertarikan saya. Saya pun pernah menulis biografi teman-teman sewaktu SMA, just fun, tapi itulah karya pertama saya, karena sambutan kawan-kawan sangat luar biasa, maka di bendel lah celotehan saya itu dalam sebuah karya biografi kelas.

Kuliah, saya sempat tidak lagi ‘menikmati’ aktivitas menulis, tapi sangat menikmati aktivitas ‘dakwah’ bersama teman-teman kampus. Mengisi kajian anak-anak SMP adalah awal pembelajaran saya. Keping-keping hikmah berhasil terekam dengan baik di kepala, sekalipun belum lagi saya tuangkan dalam coretan kata.

Selepas kuliah, dunia online mulai saya kenal. Berawal dari beberapa forum, akhirnya kebiasaan menulis pun terbangun lagi. Dan hampir setiap hari, ada tulisan yang saya share di forum, walaupun hanya komentar singkat. Setelah forum, saya pun mulai mengenal blog. Hingga akhirnya blog menjadi media online yang tidak saya tinggalkan.

Ya, saya menikmati menulis ‘personal’ seperti ini tanpa tuntutan apapun, selain tentang hikmah ‘kebenaran’ tentunya. Inilah saya, dan seperti inilah tulisan saya. Saya bukan Tere Liye, bukan Tasaro, bukan Andrea Hirata dan bukan penulis hebat lainnya. Karena saya bukan mereka, maka itulah yang menyenangkan. Jika toh ada ‘hikmah’ yang bisa diambil, saya pikir siapapun bisa melakukannya.

Keep writing frens. Make it Fun. Its Yours!