…. jejakku, cintaku ….

Ketika Pangeran tak Mendapatkan Cinderella

Kisah Cinderella, kisah yang tak pernah lekang dari ingatan. Seorang gadis cantik jelita yang dipersunting seorang pangeran idaman, dan dulu setiap mendengar kisah itu selalu terbayang keinginanku menjadi seorang Cinderella. Cinderella yang kelak bisa mempersunting pangeran idaman, walaupun seiring berjalannya waktu aku semakin sadar bahwa aku hanya seorang Upik Abu, bukan seorang Cinderella. Dan setiap kali melihat pangeran idamanku saat itu, aku selalu berpikir bahwa Upik Abu tak akan pernah mendapatkan seorang Supermen, karena pasangan paling ideal untuk Supermen ya cuman Lois Lane, gak pernah kejadian ada Supermen yang kesengsem sama Upik Abu, kecuali skenarionya yang di ubah…ha..ha..ha.

Lalu bagaimana ketika seorang Pangeran tak mendapatkan Cinderella impiannya? Saya ingin menulis ini setelah membaca catatan facebook seorang sahabat, berikut kisahnya…

1. Kriteria

Seorang Akhi muda yang baru lulus S-2 di luar negri ditanya oleh ustadnya mengenai kriteria akhwat yang diinginkannya. Maka dengan segala idealisme sebagai seorang Ikhwan, mulailah ia mencari-cari kriteria dan menuliskan hampir lebih dari sepuluh kriteria, kemudian menyerahkan pada ustadnya tersebut. Kriterianya sangat bermacam-macam dan agak mengada-ada. Dari yang pertama dia harus seorang akhwat, cantik, pendidikan tinggi, Suku Sunda, berkacamata, lulus dengan cumlaude, hafal sekian juz. dan demikian seterusnya. Setelah diproses oleh sang ustad, akhirnya ia diberitahu bahwa tidak ada akhwat yang bisa sesuai dengan 10 syarat tesebut. Kemudian sang Ikhwan mengurangi kriterianya menjadi 9, setelah diproses sekian minggu ternyata hasilnya nihil. Kemudian sang ikhwan mengurangi satu lagi dari kriterianya menjadi delapan. Dan setelah ditunggu sekian lama hasilnya tetap nihil karena terlau ideal kata ustadnya. Dan demikian seterusnya setiap kali gagal sang ikhwan mengurangi satu kriteria. Sampai setelah lewat lebih dari dua tahun sang Ikhwan akhirnya menemukan pasangan hidupnya.Tapi itupun setelah kriterianya tinggal satu !

2. Masih mau Sekolah (menurutku ini yang paling lucu…hahaha)

Seorang ikhwan yang baru saja menyelesaikan studi S1 nya menghubungi sang Murobbi. Apalagi kalau bukan untuk meminta sang ustad mencarikan jodoh terbaik baginya. Tentu saja sang akhi ini tidak sekedar ingin menikah, tapi juga siap menikah. Lho, apa bedanya ?. Ingin menikah bagi seorang akhi cenderung bersifat objektif. Artinya ia menginginkan atau menuntut seorang akhwat -yang akan menjadi istrinya nanti- untuk tampil dengan performance dan sifat yang terbaik, menurutnya. Bisa
jadi ia ingin seorang akhwat yang harus cantik, tinggi, pintar masak, cerdas, penyabar dan lain sebagainya. Atau bisa jadi ia menginginkan yang lebih spesifik misalnya seorang dokter, dosen, hafidzah, atau mungkin yang berasal dari suku tertentu. Lebih parah lagi jika ‘ingin menikah’ di sini berarti : ingin menikahi ukhti A, B atau C. Yang jenis ini bukan berarti tidak boleh. Hanya saja, kurang elegan.

Lalu bagaimana dengan siap menikah ? Siap menikah bagi seorang akhi berarti kesiapan dari sisi subjektif dirinya. Artinya, ia akan mengukur kemampuan dirinya untuk memimpin rumahtangga, tanpa banyak terpengaruh faktor siapa yang akan mendampinginya. Dengan bahasa lain, dia punya kesimpulan :

yang penting ana harus siap dan baik dulu, siapapun istri ana dan bagaimanapun dia, toh ana juga yang harus membimbingnya “.

Yang jenis ini lebih elegan. Artinya siap mental dalam menikah. Nah kembali ke cerita sang akhi yang selain ingin, juga siap untuk menikah. Sang murobbi yang dikonfirmasi pun menyambut permintaan ini dengan semangat. Betapa tidak ? bukankah menjodohkan adalah sebuah amalan mulia. Apalagi yang dijodohkan adalah ikhwan dan akhwat yang masing-masing mempunyai misi dan visi untuk dakwah? Maka dimulailah proyek perjodohan yang indah dan terjaga oleh sang Murobby. Dari mulai tukar biodata sampai ta’aruf belum terlihat ada masalah. Namun ketika sang murobby mengkonfirmasi kesediaan sang akhwat, ternyata sang akhwat menolak. Entah sang akhwat punya alasan apa, yang jelas ia hanya bisa beralasan pada sang murrobby :

Afwan ustad, saya masih mau melanjutkan sekolah dulu..”

Terpukul hati sang akhi mendengar jawaban sang akhwat. Pikirnya dalam hati, mengapa kalau masih mau sekolah ia bersedia memberikan biodatanya dan bahkan sampai proses taaruf ? Sang murrobby pun merasakan hal yang sama. Ada apa gerangan di balik penolakan ini ? Sang Akhi beritikad baik untuk tetap menikah. Sang murrobby pun kembali dengan senang hati membantu sang akhi. Dilalui proses dari awal sebagaimana yang pertama tadi. Namun sayang seribu sayang. Kasus penolakan yang pertama kembali terulang. Masih dengan alasan yang sama : sang akhwat masih mau melanjutkan sekolah. Pusing kembali melanda sang akhi kita ini.

Dicobanya sekian kali untuk berinstropeksi: Adakah yang salah dalam biodatanya ? Atau ada kesalahan kah saat taaruf kemarin ? Ah , rasa-rasanya semuanya begitu lancar, tak ada masalah. Atau masalah penampilan fisik ?. Ah, benarkah itu masih menjadi kriteria yang prinsip di jaman ini ? . Sang akhi bingung, ia benar-benar belum menemukan jawaban yang tepat atas kasus penolakan dirinya. Sang murroby tampaknya ikut merasa bertanggung jawab dengan penolakan tersebut. Mungkin karena merasa kasihan dengan dua kali penolakan tersebut, sang murrobby pun berinisiatif untuk ambil langkah yang lain. Kebetulan ia mempunyai adik perempuan yang juga seorang akhwat. Maka setelah mengadakan briefing yang intensif terhadap sang adik, dimulailah proses perjodohan keduanya. Biodata adik sang murroby pun berpindah ke tangan sang akhi ini. Dengan seksama di baca semua point di dalamnya. Tidak lupa dua lembar foto ukuran post card juga diperhatikan agak lama. Sang Murobby yang juga kakak sang akhwat terburu-buru untuk menanyakan kesediaan sang akhi untuk meneruskan proses.

Gimana akhi, antum bersedia melanjutkan proses ini kan ? ”

Sang akhi bingung bukan kepalang. Ada perasaan kurang sreg dalam dadanya. Lebih-lebih saat melihat dua lembar foto sang akhwat. Diulang-ulang kembali, sama saja. Ada rasa kurang berkenan yang muncul terus menerus dan mengganggu.

Gimana Akhi, sudah siap untuk meneruskan prosesnya ? ”
Pertanyaan sang murobby menambah kegalauannya. Keringat dingin mulai menetes dari dahinya. Ia menunduk agak lama. Sang akhi merenung sejenak, berinstropeksi. Sejurus kemudian ia mulai mengangkat kepala. Tersenyum. Baru sekarang ia tahu alasan mengapa dua akhwat yang terdahulu menolak dirinya: Kriteria fisik !!

Kriteria fisik , kedengarannya memang lucu. Tapi ternyata ia selalu menjadi begitu kontemporer. Selalu saja ada di mana saja dan kapan saja.

”Gimana akhi, bisa di jawab sekarang ??

Dengan sedikit berdehem, sang akhi menjawab,
Afwan Ustad, setelah saya pikir-pikir, nampaknya saya… masih mau melanjutkan sekolah saja ustad … ”

Lemes tubuh sang murrobby. Namun ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Dalam hati ia berkata : Dasar aktifis jaman kini, masih teguh mempertahankan kriteria fisik !!!.

Andakah salah satunya?

______________________________________________________________

Tidak ada yang salah dengan kriteria fisik, karena Rasul pun menganjurkan untuk melihat calon sebelum mengkhitbahnya, berharap semakin memantapkan hati sebelum ijab qobul dilakukan. Namun apakah hal itu mengalahkan niat ikhlas kita ketika telah hadir seseorang yang nampak jelas keshalihannya? Tak terpikirkah oleh kita bahwa bahtera yang akan kita arungi nanti tidak bergantung pada keanggunan fisik semata? Tahukah bahtera rumah tangga seperti apa yang telah di arungi oleh Rasulullah bersama Khadijah? Seorang Janda !!! dengan usia yang terpaut 15 tahun, Rasulullah 25 tahun dan Khadijah 40 tahun !!! Sebuah kesakinahan rumah tangga yang dijamin Allah untuk dikumpulkan di surgaNya kelak.

Sekali lagi tidak ada salahnya dengan kriteria fisik, dan bersyukurlah jika antum mendapatkan seseorang dengan kriteria fisik yang diidamkan, namun memohonlah kepada Allah, semoga kriteria yang memenuhi syarat tadi benar-benar jodoh yang telah dipersiapkan Allah untuk kita, bukan hawa nafsu semata. Namun ketika sang Pangeran tidak mendapatkan Cinderellanya, berarti Allah telah menggantikan Cinderella itu dengan seorang Khadijah masa kini, seorang Khadijah yang tidak hanya menemani antum di kerajaan dunia, tapi akan membantu antum menuju kerajaan yang telah dipersiapkan Allah di surgaNya, Semoga. Amin, Yaa Rabbal Alamin.

Tinggalkan komentar