…. jejakku, cintaku ….

The Power of Dakwah

“Barangsiapa menolong agama Allah, Allah pasti menolong mereka” (QS. Muhammad :7)

Aku ingat bertahun yang lalu saat masih menikmati bangku kuliah dan mencoba memasuki dunia ‘ngaji’, ketika ada beberapa masalah yang menghimpit terkadang aku menceritakannya pada kawan-kawan dan kakak seperjuangan. Dan aku selalu teringat jawaban seorang kakak ngajiku saat itu,

“Dik, kalo ada masalah menghimpit, coba introspeksi, jangan-jangan dakwahnya kurang giat, jangan-jangan niatnya mulai salah” kurang lebih begitu katanya. Dulu terkadang aku menganggapnya angin lalu, ‘Ah, malah gak ngasih solusi’, batinku saat itu.

Pada suatu kali, aku pernah terinspirasi oleh kisah seorang sahabat. Namanya Mbak Mita, sudah berkeluarga dengan lima anaknya yang masih kecil-kecil. Aku terkesima dengan semangat me’ngaji’ (mempelajari tsaqofah Islam) dan dakwahnya, bahkan saat kesulitan menghimpitnya. Suatu kali kulihat semangatnya untuk mengontak tokoh-tokoh masyarakat di desanya, padahal awalnya bicara saja tidak berani, apalagi menyampaikan ‘Islam sebagai Ideologi’ di depan orang-orang yang dianggap memiliki kelebihan di desanya. Hingga dia rela mendatangai musrifah (guru mengajinya) sekedar minta diberikan ilmu bagaimana bicara tentang Islam di depan orang lain, padahal dia harus menempuh perjalanan sekitar 1 jam untuk menemui musrifahnya tadi. Dan belakangan baru aku tahu, untuk naik angkot pun dia harus berutang, karena suaminya terkena PHK dan dia tidak memegang uang sama sekali. Pun ketika ingin agar anak-anaknya bisa datang pada acara kajian, terkadang dia harus berutang ke teman-teman untuk sekedar membayar ongkos transportnya. Dan ketika ada seorang kawan menanyakan,

“Subhanallah, Mbak semangat banget sih dakwahnya”, lalu katanya,

“Saya merasa dengan dakwah, semua masalah terasa ringan, dan sepertinya bisa menjadi terapi batin. Saya juga yakin, Allah akan selalu membuka jalan keluar bagi keluarga saya, ketika saya juga berupaya membuka jalan untuk kemenangan agama Nya”

Subhanallah, saya pun yang mendengar ikut terkesima dengan kata-katanya. Saya yang kadang kala dengan kesombongan merasa memiliki kemampuan lebih dari Mbak Mita, mungkin sesekali merasa sudah berbuat banyak untuk dakwah. Namun akhirnya saya introspeksi, sekalipun berkali-kali saya mengisi pengajian dimana-mana, kontak tokoh kemana-mana, ternyata banyak yang masih belum tersentuh oleh lisan saya. Namun, Mbak Mita, yang dimata saya nggak bisa bikin materi pengajian, ngomongnya nggak sistematis, kurang intelek, jam terbang ngisi pengajiannya kalah jauh sama saya, ternyata ada banyak orang yang tertunjuki karena lisannya. Dan akhirnya saya sadar, inilah maksud bahwa Allah akan membukakan jalan keluar, termasuk Allahlah yang ada dibalik lisan kita, sekalipun banyak orang melihat, lisan lah kelemahan kita selama ini.

Dan keyakinan saya akan kekuatan dakwah semakin nyata, setelah akhirnya saya mendapat kabar, suami Mbak Mita sudah mendapatkan pekerjaan lagi, dan malahan juga akhirnya ikut bergabung dalam perjuangan dakwah, sesuatu yang dalam benak Mbak Mita, awalnya sangat sulit sekali. Bahkan beberapa kawan yang sudah menjadi musrifah pun ada yang belum mampu membuat suaminya bergabung di jalan dakwah. Anak-anaknya pun tumbuh sehat, cerdas, dan mandiri. Mereka juga mendukung perjuangan Abi dan Umminya, Subhanallah.

Aku pun melongok kembali pada kisah sahabatku yang lain di pulau seberang, sebut saja Mbak Ani. Sudah hampir  10 tahun menikah, Allah belum juga mengkaruniai momongan di tangan mereka. Dulu, setiap kali diberi amanah dakwah, Mbak Ani selalu menolak dengan alasan agar tidak kelelahan, karena kondisi yang tidak fit kata dokter berpengaruh terhadap keberhasilan kehamilannya, yang selama ini begitu diidamkannya. Namun suatu kali, saat Ia harus kembali ke kampung halamannya, jamaah dakwah mengharuskan dia memegang amanah sebagai penanggungjawab di wilayahnya. Mau tidak mau pun Mbak Ani tak kuasa menolaknya, karena tak ada orang lain yang dianggap bisa memegang amanah itu. Dan subhanallah, baru beberapa bulan memegang amanah itu, dia pun mendapat hadiah dari Allah, kehamilan putra pertamanya yang sudah hampir sepuluh tahun dinantikannya. Dan terakhir, dia sudah memiliki tiga jundi dalam waktu lima tahun. Subhanallah…

Ada lagi banyak kisah sahabat yang lain yang terlalu panjang untuk dituliskan disini, bahkan kisahku sendiri. Dari sinilah aku belajar tentang kekuatan dakwah, energi dakwah, energi kebaikan yang tidak hanya ingin membuat diri sholeh, namun wajib membuat orang di sekitar kita juga memiliki kesholehan yang sama. Energi yang tidak mengajarkan ke’egois’an, tidak ingin masuk ke surgaNya sendirian, namun wajib juga mengajak orang-orang disekitarnya, sekalipun masih saja banyak yang menganggap mengajaknya mundur ke belakang dan anti barat, menganggap syariatNya tak akan mampu menjadikan kita manusia yang beradab dan maju melebihi peradaban barat saat ini.

Kelak, dan InsyaAllah tak lama lagi, dunia akan melihat, bahwa Allah akan memenuhi janjiNya…  janji untuk menjadikan kaum muslimin berkuasa lagi di muka bumi, dan bangkit untuk yang kedua kali… seperti melihat kemenangan pasukan Al Fatih yang menaklukkan Konstantinopel, semangat yang terbangun karena keimanan akan janji Allah melalui lisan RasulNya, bahwa kelak kaum muslimin akan menaklukkan Romawi…negeri terhebat saat itu…

Karena Allah akan bersama mereka, yang tak lagi mundur di jalan dakwah, dan menjadikan hidupnya hanya untuk dakwah….

Satu tanggapan

  1. Aif

    Syukron ceritanya, semangat selalu dalam dakwah demi kembalinya kehidupan Islam.
    Kunjungi juga aifsaifulmaruf.blogspot.com terimakasih

    Januari 25, 2015 pukul 20:29

Tinggalkan komentar