…. jejakku, cintaku ….

Indahnya Menjaga Hati

AQ&KAU

Melihat begitu banyaknya ‘remaja galau’ yang lahir dalam era kehidupan sekular saat ini, ada baiknya saya sharing ‘pengalaman’ menjaga hati, ketika rasa ‘suka lawan jenis’ mulai menyapa…

Saya mulai merasakan suka pada seseorang saat kelas 3 SMP. Bagaimana awalnya? Saat SMP saya begitu sering mendengar namanya disebut, sepertinya dia memang sosok yang paling popular saat itu. Karena begitu seringnya nama itu disebut di kalangan teman-teman, saya jadi penasaran, siapa dia? Akhirnya tanpa bertanya, tahu sendiri juga, karena siapa sih yang tidak kenal seorang ketua OSIS yang baru? Dan siapa sih yang tidak kenal seorang yang pinter dan jago basket sekaligus? Ya, saat kelas 2 dia adalah ketua OSIS di SMP kami. Saat itu, sekalipun akhirnya saya tahu tentang dia yang sering dibicarakan kawan-kawan saat itu, saya belum merasakan ‘sesuatu’ di hati. Toh akhirnya saya tahu juga, dia sudah memiliki ‘pacar’ yang, sebanding lah, cantik dan pintar juga. Hingga ada beberapa peristiwa yang sepertinya memicu perasaan aneh di hati saya kepadanya.

Ya, saya beberapa kali berpapasan dengan dia, dan dia selalu saja memberi senyumnya ketika tak sengaja kita berpapasan di koridor atau di depan kelas. Menyapa? Tidak. Hanya senyum. Saya baru menyadari ada ‘sesuatu’ yang aneh di hati ketika saya tahu dia tak mudah memberikan senyum ke banyak kawan-kawannya, bahkan saya akhirnya tahu dia adalah sosok yang angkuh, karena sepertinya hanya ingin kenal dengan kawan-kawan yang ‘selevel’ dengannya. Namun, saya hanya sebatas menyukainya dalam ‘diam’. Tak pernah berusaha curi pandang ataupun mencari perhatian. Sebatas itu. Bahkan saya selalu menghindar melewati jalan dimana biasanya kami berpapasan, dan tak berharap melihat senyumnya di depan mata.

Waktu berlalu, saya pun mendengar kabar dia telah ‘putus’. Apakah saya bahagia? Biasa saja. Karena sekalipun ada rasa ‘suka’, saya tak pernah bermimpi terlalu jauh untuk menjadi ‘pacarnya’. Dan masih saja, saya lebih memilih menyukainya dalam ‘diam’. Hingga akhirnya kita terdampar di SMA yang sama, dan kau tahu, di kelas yang sama. Ya kami SATU kelas!. Apa menurutmu kita akhirnya bisa ‘bercanda dan bercengkerama’ layaknya teman sekelas? Jangankan bicara, menyapa pun TAK PERNAH! Entah mengapa, tak pernah ada keberanian untuk sekedar ‘menyapa’ ataupun bertatap muka. Saya pun lebih suka duduk di bangku yang berjauhan dengannya. Pernah suatu ketika ada mata pelajaran dimana pengajarnya mengatur tempat duduk kami, dan astaga! Kami dipasangkan dalam satu bangku berjejer di depan! Dan anehnya juga, jika dengan teman manapun yang duduk sebangku dengannya dia selalu bisa bercengkarama, tapi tidak dengan saya. Ya, selama satu jam pelajaran, kami duduk bersebelahan dalam diam. Tak ada kata. Bahkan meminjam penghapus pun harus menengok ke teman di belakang. Dan bagi saya, that’s a special silent moment

Pernah pula dalam acara malam keakraban siswa baru, kita harus berbaris berjejer laki-laki dan perempuan. Dan karena saya dianggap memiliki postur paling ‘pendek dan kecil’ diantara kawan-kawan perempuan, maka saya mengambil tempat paling depan. Dan begitu kagetnya saya ketika dia juga meminta tempat paling depan, lagi-lagi harus berpapasan dan tentu saja ‘harus bergandengan tangan’. Dan entah apa yang ada dalam pikiran saya saat itu, begitu tahu dia akan berada tepat disamping saya, seketika itu pula saya meminta kawan di belakang saya untuk tukar posisi.  Dan akhirnya kita pun batal ‘bergandengan tangan’, sesuatu yang mungkin diharapkan banyak orang, tapi tidak dengan saya. Entahlah, mengapa saya begitu menikmati ‘rasa suka’ yang tidak harus diwujudkan dalam banyak angan-angan para ‘penyuka’ kebanyakan. Apakah akhirnya sampai lulus pun kami tak pernah bicara? Pernah. Pertama saat dia tahu banyak kawan-kawan yang menyarankan agar saya diminta untuk ambil bagian dalam lomba menyanyi antar kelas. Sebagai ketua kelas, Dia pun ‘sepertinya’ memberanikan diri meminta saya untuk mewakili kelas. Dan saya jawab dengan tegas ‘tidak bersedia’. Dia pun menyerah setelah beberapa kali meminta. Kedua, saat saya ambil bagian dalam pementasan drama English Day, sebagai penulis naskah sekaligus sutradara, dan saat itu juga turut ambil peran didalamnya. Itulah karya drama terbaik saya, yang mendapat respon luar biasa dari guru dan teman-teman. Semua memuji penampilan saya yang mampu mengocok perut mereka, sebuah fragmen yang saya pikir tak pernah ada yang bisa melupakannya. Dan itulah moment yang membuat dia akhirnya tak bisa menyembunyikan ‘keterkesanannya’, dan akhirnya selalu berani menyapa saya ketika berpapasan, tetap dengan senyumnya yang tak pernah berubah. Dan saya? Pun tetap seperti dulu, tak pernah menanggapinya dengan berlebihan. Bahkan ketika akhirnya saya kembali diminta tampil untuk drama berikutnya, dia pun ikut andil menyiapkan segalanya, termasuk memfasilitasi saat latihan. Ya, itulah pertama kali saya berada di kompleks rumahnya, dengan kawan-kawan tentunya. Ada kesempatan bercengkerama dong? Sayangnya, Tetap tidak. Pun ketika hanya kita berdua di salah satu ruangan. Entahlah, mungkin kita berdua sama-sama menyukai ‘silent moment’.

Hingga akhirnya kami lulus pun, tak pernah ada fragmen ‘bercengkerama’ berdua, walaupun akhirnya bisa ‘menyapa’. Dan sekarang, entahlah dimana dia, karena saya pun tidak tahu dan tak pernah mencari tahu.

***

Ya, saat itu, saya tak pernah berpikir untuk ‘curhat’ dengan kawan, buku harian, ‘galau’, mendengarkan lagu-lagu mellow, ataupun banyak berangan seperti remaja ‘galau’ kebanyakan. Tak pernah pun terlintas ‘mencuri pandang’ ataupun ‘mencari perhatian’. Tak pernah berpikir mati-matian dandan hanya untuk sekedar mendapat sedikit sorotan. Dan bahkan ketika ada kesempatan, tak pernah berpikir untuk ‘menyatakan perasaan’ atau ‘memanfaatkan’. Dan sayapun menyadari, silent moment adalah pilihan indah yang tidak semua orang bisa melakukannya.

Namun sadarilah, kekuatan menjaga hati dan menahan perasaan, akan mampu menunjukkan siapa diri kita, betapa kuatnya kita dan kelak, hal itu akan tetap menjadi moment indah yang tak harus berakhir seperti layaknya ‘roman picisan’.

Buat para remaja, tak usah ramai-ramai ikutan ‘galau’ jika mengalaminya. Tahanlah perasaanmu, jagalah hatimu, redamlah egomu, dan kelak, kau akan sadari sekalipun sulit, namun hal itu lah yang akan membuatmu mengerti, bahwa hatimu tak akan biru hanya dengan ‘menahan nafsu’. Tunggulah, hingga kelak akan ada seseorang yang layak dan halal untukmu, dan saat itulah, saat yang paling tepat untuk kau bukakan pintu…  bersabarlah, karena setiap sabar ada jalannya…

7 responses

  1. bersabarlah, karena setiap sabar ada jalannya…
    aq percaya ituuu

    Maret 14, 2013 pukul 21:00

  2. Me

    cool… keren artikelnya narshik.blogspot.com

    Mei 15, 2013 pukul 17:00

  3. artikelnya baguss banget,.
    makasiiiii 😀

    menjaga hati itu memang indah ^^

    Juli 4, 2013 pukul 14:18

  4. Resky Hartani

    Bagus mba.. Indah banget menjaga hati itu. ^_^
    Semoga istiqomah. 🙂

    September 22, 2013 pukul 06:00

  5. subhanallah…
    ijin share ya,,

    Maret 1, 2014 pukul 23:50

  6. fatimatul fitria

    subhannallah (y)

    April 14, 2014 pukul 21:38

  7. subhanallah 🙂

    Juli 18, 2014 pukul 21:47

Tinggalkan komentar